Bisnis.com, JAKARTA - Rizal Ramli dan Abdul Rachim, didampingi Refli Harun mengajukan judicial review tentang threshold atau ambang batas pemilihan presiden ke Mahkamah Konstitusi pada hari ini, Jumat (4/9/2020).
Dalam beberapa kesempatan, Rizal Ramli menyatakan presidential threshold sebesar 20 persen telah membunuh demokrasi dan menciptakan oligarki kekuasaan.
“Itu merupakan basis dari demokrasi kriminal. Mohon doa dan dukungan,” tulis Rizal dalam akun Twitter pribadi @RamliRizal, Jumat (4/9/2020).
Adapun, presidential threshold yang tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mengatur tentang syarat partai atau gabungan partai yang boleh mengusung pasangan capres dan cawapres. Parpol pengusung capres dan cawapres harus memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah di level nasional.
Rizal Ramli meminta ambang batas tersebut diturunkan menjadi nol persen. Dengan demikian akan muncul banyak kandidat capres dan cawapres.
Pagi ini, Jum’at jam 10 pagi, DR. Rizal Ramli & Ir. Abd Rachim, didampingi DR Refly Harun SH akan Ke Mahkamah Konstitusi untuk melakukan Judicial Review tentang ‘Threshold”
— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) September 3, 2020
(ambang batas) pemilihan Presiden. Itu merupakan basis dari demokrasi kriminal. Mohon doa & dukungan
Sementara itu, penghapusan presidential threshold atau ambang batas presiden kembali menjadi perdebatan menyusul akan dibahasnya rancangan Undang-udang Pemilu di DPR.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan bahwa selama ini ambang batas presiden justru menciptakan polarisasi karena berpotensi menghadirkan dua pasangan calon dalam pilpres.
Dia memprediksi kalau tidak ada perubahan aturan kepemiluan maka pada Pilpres 2024 jumlah pasangan calon yang akan diusung partai politik hanya dua pasang.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan menilai ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold tidak diperlukan di Indonesia dengan sistem presidential.
Dia menyatakan presidential threshold tidak sejalan dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia.
“Tanpa threshold, koalisi akan lebih alamiah dan tidak terpaksa sehingga lebih konsisten dengan logika sistem presidensial,” ujarnya.