Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) telah menyunat hukuman 23 koruptor yang perkaranya ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan mengabulkan Peninjauan Kembali (PK). Teranyar ada mantan Ketum Demokrat Anas Urbaningrum yang disunat hukumannya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi.
"Sejak awal ICW memang sudah meragukan keberpihakan Mahkamah Agung dalam pemberantasan korupsi," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Kamis (1/10/2020).
Kurnia mengatakan Kesimpulan itu bukan tanpa dasar. Berdasarkan data ICW tahun 2019, rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.
"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?" Katanya.
Dia menjabarkan terdapat dua implikasi serius akibat putusan PK tersebut. Pertama, pemberian efek jera bagi para koruptor akan semakin menjauh.
"Kedua, kinerja penegak hukum, dalam hal ini KPK, akan menjadi sia-sia saja," katanya.
Untuk itu, ICW menuntut agar, Ketua Mahkamah Agung mengevaluasi penempatan Hakim-Hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi.
Dia juga menuntut agar KPK mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang.
"Ketiga, Komisi Yudisial untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi," ujarnya.