Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengharapkan agar Mahkamah Konstitusi mencegah agenda pelemahan lembaga antirasuah tersebut akibat berlakunya UU KPK hasil revisi.
Novel memberikan kesaksian dalam sidang perkara pengujian UU No. 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Bekas Ketua Wadah Pegawai KPK tersebut menjadi saksi dari pemohon Universitas Islam Indonesia.
“Revisi [UU KPK melalui] UU 19/2019 dampaknya begitu nyata dan terlihat [dalam pelemahan KPK]. MK adalah benteng terakhir untuk menjaga agar tidak ada penyimpangan dari konstitusi,” katanya saat bersaksi dalam sidang virtual di Jakarta, Rabu (23/9/2020).
Menurut Novel, terdapat tiga ekses dalam bidang penindakan sejak berlakunya UU 19/2019. Pertama, akuntabilitas tidak terjamin seperti wewenang menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan.
Kedua, hilangnya kemampuan KPK untuk mendeteksi korupsi dengan cepat karena penyadapan harus seizin Dewan Pengawas KPK. Ketiga, KPK tidak leluasa dalam penindakan karena penggeledahan dan penyitaan mesti disetujui pula oleh Dewan Pengawas KPK.
“Dibandingkan dengan penegak hukum lain, KPK lebih tidak berdaya karena tidak bisa [bergerak cepat] dalam keadaan mendesak. Ini ironi ketika korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa,” katanya.
Hari ini, MK melanjutkan sidang pemeriksaan perkara pengujian UU KPK hasil revisi. Agendanya adalah mendengarkan keterangan saksi Novel Baswedan, komisioner KPK, dan Dewan Pengawas KPK.
Pengujian UU KPK, baik formil maupun materiil, tinggal menyisakan tujuh perkara. Sidang pemeriksaan ketujuh perkara tersebut disatukan oleh MK.