Bisnis.com, JAKARTA - Pengurus besar Nahdlatul Ulama dengan tegas menyerukan penundaan penyelenggaraan Pilkada 2020 karena berpotensi besar menjadi klaster penularan Covid-19.
Namun, jika pemerintah dan semua pihak terkait lainnya tetap ngotot menyelenggarakan Pilkada pada Desember mendatang, PBNU memberi tantangan yakni proses kampanye 71 hari bisa dilakukan dengan daring atau tanpa tatap muka.
"Kecuali jika mau dipaksakan, maka kita harus meletakkan bahwa satu tahapan yang paling rawan penularan itu adalah kampanye yang bersifat terbuka dan tatap muka langsung. Apakah kita mungkin menghilangkan satu tahapan kampanye tatap muka ini digantikan kampanye model virtual?" ujar Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertema Pilkada Dalam Pandemi: Ditunda Atau Lanjut?, Rabu (23/9/2020).
Menurutnya, jika hal itu bisa dilakukan maka sekitar 80 persen potensi terjadinya penularan Covid-19 bisa dihindari.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam pernyataan resmi yang diterima Bisnis, Minggu (20/9/2020), Nahdlatul Ulama mendukung penundaan Pilkada 2020.
Alasan PBNU adalah untuk melindungi kelangsungan hidup (hifdz al-nafs) dengan protokol kesehatan yang dinilai sama pentingnya dengan menjaga kelangsungan ekonomi (hifdz al-mâl) masyarakat.
Namun, karena penularan Covid-19 telah mencapai tingkat darurat, maka prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah selayaknya diorientasikan untuk mengentaskan krisis kesehatan.
"Sebagaimana lazimnya perhelatan politik, momentum pesta demokrasi selalu identik dengan mobilisasi massa. Kendati ada pengetatan regulasi terkait pengerahan massa, telah terbukti dalam pendaftaran paslon terjadi konsentrasi massa yang rawan menjadi klaster penularan," ujar Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj.