Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pilkada Solo 2020: Potensi Lawan Kotak Kosong, Siapa Berani Lawan Gibran Jokowi?

Seperti diketahui, PDIP sudah mengumumkan mengusung Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa dalam Pilkada Solo 2020. Teguh adalah anggota DPRD Solo saat ini. Sejumlah parpol pun sudah menyatakan dukungan seperti Golkar, PKB, Gerindra, dan PAN, kecuali PKS.
Bakal calon Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka (kiri) berada di kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan, Solo, Jawa Tengah, Jumat (17/7/2020). Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa resmi mendapat rekomendasi PDI Perjuangan untuk maju sebagai bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo pada Pilkada serentak Desember mendatang. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Bakal calon Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka (kiri) berada di kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan, Solo, Jawa Tengah, Jumat (17/7/2020). Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa resmi mendapat rekomendasi PDI Perjuangan untuk maju sebagai bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo pada Pilkada serentak Desember mendatang. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Bisnis.com, JAKARTA – Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi maju menjadi calon Wali Kota Solo dengan dukungan dari mayoritas partai di DPRD.

Lalu, apa untungnya buat partai-partai tersebut mendukung Gibran?

Seperti diketahui, PDIP sudah mengumumkan mengusung Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa dalam Pilkada Solo 2020. Teguh adalah anggota DPRD Solo saat ini.

Selain diusung PDIP, sejumlah parpol pun sudah menyatakan dukungan seperti Golkar, PKB, Gerindra, dan PAN, kecuali PKS.

Ahli hukum tata negara Refly Harun mengatakan, kalau partai politik memberikan dukungan saat pemilihan presiden, insentifnya jelas, seperti jabatan yang bisa diberikan ke partai pendukung mulai dari menteri, jabatan setingkat menteri, atau kursi di lembaga negara, bahkan di BUMN.

“Kalau wal ikota terpilih, partai pendukunga paling hanya bisa di TGUPP [Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan]. Di sana juga biasanya yang mengisi bukan orang parpol, lebih ke pendukungnya si pimpinan daerah itu sendiri,” kata Refly dalam videonya yang diunggah di Youtube, Selasa (21/7/2020).

Refly menyebut dukungan dan parpol bahkan sering tidak bekerja dalam pilkada. Alih-alih, yang bekerja adalah tim sukses calon itu sendiri.

“Kecuali parpol ini memang dapat perintah dari pimpinannya, misalnya untuk memenangkan di Jawa Tengah,” ungkapnya.

Refly Harun memaparkan, ada ambang batasan suara pemilih untuk bisa menang atau dalam pilpres disebut presidential threshold. Setelah Mahkamah Konstitusi memperbolehkan maju sebagai calon tunggal, orang yang maju menjadi calon kepala daerah bisa bertarung dengan ‘kotak kosong’.

“Pernah terjadi di pemilihan wali kota Makassar yang kalah dengan kotak kosong. Tapi, Gibran saya rasa tidak mungkin kalah dengan kotak kosong. Paling kita bertanya berapa presentase kemenangannya, kalau lewat kotak kosong, bahkan bisa 90 persen karena tidak ada perlawanan dari partai lain,” ungkapnya.

Selain memunculkan calon tunggal, ambang batas dalam pilkada membuat penantang-penantangnya rontok di awal.

“Meskipun ada sosok paling populer di Solo yang bisa menantang Gibran, karena ada faktor ‘kampung Presiden Jokowi’ dan ‘kandang banteng’-nya tetap saja orang populer ini lemah posisinya,” jelas Refly Harun.

“Kalau ada orang populer di Solo saja berhadapan dengan Gibran ini akan menarik. Tapi jadi tidak menarik karena tidak ada orang yang mau mengajukan orang seperti itu untuk menghadapi Gibran, melihat semua partai sudah ngeper duluan,” kata Refly.

 Apa Untung Parpol?

Lalu apa keuntungan bagi partai-partai tersebut kalau memberikan dukungan ke Gibran?

Refly menyebut konsesinya bisa berupa pembelian kandidat. Karena kursinya walaupun tidak signifikan dan tidak akan memenuhi 20 persen tapi tetap ada harganya.

“Kadang gara-gara ini rekomendasi bisa muncul dari dua kepengurusan berbeda, pernah terjadi dengan PKPI beberapa tahun lalu yang memberikan rekomendasi dari kepengurusan versi A dan versi B,” kata dia.

Selain itu, praktik politik uang lainnya bisa terjadi, misalnya vote buying atau beli suara. Apalagi, di Indonesia tidak ada mekanisme yang bisa mencegah orang curang, para penjahat pilkada atau pemilu, untuk duduk dalam singgasana kekuasaan.

“Dalam konteks Gibran, menurut saya buat apa melakukan praktik-praktik seperti itu, kalau tanpa itu pun pasti tetap akan menang. Saya harap dia memang dapat dukungan murni tanpa praktik ini,” ucapnya.

Refly menyebut harapannya ke depan Indonesia bisa punya penegak hukum terkait dengan pemilu atau pilkada yang bisa mencegah penerapan politik uang. Supaya, yang terpilih merupakan yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yang bisa melindungi segala bangsa, mensejahterakan bangsa, dan ikut serta dalam perdamaian,

“Harapannya tidak jadi pemimpin yang hanya katakanlah menumpuk kekayaan atau aji mumpung dan malah diincar oleh KPK,” tegasnya.

Lebih lanjut, Refly berharap bila terpilih, Gibran yang masih baru masuk dunia politik ini tetap bisa mewujudkan good governance dan clean government, yang berani memberantas korupsi, sehingga Solo jadi role model dari pilkada di Indonesia tanpa politik uang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper