Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Eks Sekretaris MA Nurhadi, KPK Periksa Presdir PT Pelayaran Bintang Putih

KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap Presiden Direktur PT Pelayaran Bintang Putih Erry Hardianto. Dia dipanggil untuk melengkapi berkas perkara tersangka Nurhadi.
Mantan Sekjen MA Nurhadi saat berada di Gedung KPK/Antara
Mantan Sekjen MA Nurhadi saat berada di Gedung KPK/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung (MA) yang menjerat eks Sekretaris MA Nurhadi.

Untuk itu, tim Penyidik KPK kembali memanggil sejumlah saksi guna digali keterangannya terkait kasus ini.

KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap Presiden Direktur PT Pelayaran Bintang Putih Erry Hardianto. Dia dipanggil untuk melengkapi berkas perkara tersangka Nurhadi.

"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka NHD (Nurhadi)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (15/7/2020).

Selain itu, KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Mereka adalah Kepala Desa Pancaukan Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas bernama Syamsir, Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Selatan bernama Aladdin, dan Kepala Seksi Survey Pengukuran dan Pemetaan pada Kantor Kabupaten Tapanuli Selatan bernama Kalam Sembiring.

Mereka juga bakal diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nurhadi.

Adapun, Nurhadi dan Rezky Herbiyono bersama Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) pada 16 Desember 2019 telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011-2016.

Ketiganya kemudian dimasukkan dalam status DPO sejak Februari 2020. Untuk tersangka Hiendra saat ini masih menjadi buronan.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun, penerimaan suap tersebut terkait dengan pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper