Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini memanggil tiga orang saksi untuk melengkapi berkas perkara eks-Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso.
Para saksi yang dipanggil berasal dari kalangan swasta.
"Tiga orang dipanggil sebagai saksi untuk tersangka BS (Budi Santoso/mantan Direktur Utama PTDI)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (2/7/2020).
Tiga saksi tersebut yakni Cahyo Mulyono (Direktur Utama PT Angkasa Mitra 2005-2011 atau Staff Supporting Technique PT Bumiloka Tegar Perkasa), Nanang Hamdani Baswani (Direktur PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Angkasa Mitra Karya, dan Direktur Utama PT Bumiloka Tegar Perkasa), dan Devi Arradhani Yanty (karyawan swasta).
Sebelumnya KPK pada Rabu (1/7) telah memeriksa Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana.
Penyidik mendalami keterangan dan pengetahuan saksi soal penggunaan uang dari mitra kerja sama dengan PTDI. Uang tersebut diduga dialirkan kepada pihak-pihak lain.
Baca Juga
Selain Budi, KPK juga telah menetapkan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) sebagai tersangka. Keduanya telah diumumkan sebagai tersangka pada 12 Juni 2020.
Pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PTDI. Adapun pengadaan dan pemasaran tersebut dilakukan secara fiktif.
Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PTDI.
"Proses mendapatkan dana itu dilakukan dengan pengerjaan yang sebagaimana saya sampaikan penjualan dan pemasaran secara fiktif. Ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6).
Firli menjelaskan bahwa pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itu lah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkap Firli.
Selanjutnya pada 2011, kata Firli, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri atas pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau kita setarakan dengan Rp14.500 perdolar AS maka nilainya Rp125 miliar," tutur Firli.
Kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PTDI periode 2007-2017 ditaksir senilai Rp330 miliar.