Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi mengagendakan pemeriksaan terhadap 9 orang saksi terkait dengan kasus dugaan korupsi pemasaran dan penjualan pesawat dan helikopter di PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Adapun para saksi yany diperiksa adalah Kadiv Perbendaharaan PTDI Deddy Iriandy, Staf Departemen Project Manajer Office PTDI Achmad Senjaya, Manajer Keuangan Teknologi dan Pengembangan 2010-2013 PTDI Dedi Turmono.
Kemudian, Staf Sales PTDI Kabul Rajarja, Divisi Sales Direktorat Niaga PTDI Djajang Tarjuki, Kadiv Produk Jasa dan Purna Jual PTDI Toto Pratondo, Divisi Sales Direktorat Niaga 2015-2015 PTDI Enang Suparman, dan Supervisor Sistem Senjata Utama PTDI Chairul Anwar.
Sebanyak 8 saksi di antaranya diperiksa di Polrestabes Bandung. "Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IRZ [Irzal Rinaldi Zailani]," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (18/6/2020).
Sementara itu, satu orang saksi yang akan diperiksa di Gedung KPK Nurwaisah yang merupakan Staf Keuangan di tiga perusahaan, yakni PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Angkasa Mitra Karya, dan PT Bumiloka Tegar Perkasa.
"Saksi Nurwasiah juga akan diperiksa untuk tersangka IRZ," kata Ali.
Baca Juga
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh serta Arie Wibowo menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia (Persero) untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.
Rapat itu juga membahas biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
"Selanjutnya Tersangka BS [Budi Santoso] mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerjasama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, namun sebelum dilaksanakan. Tersangka BS meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN," kata Firli.
Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penjunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP).
PT Dirgantara Indonesia (Persero), pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
Budi Santoso kemudian memerintahkan Irzal dan Arie Wibowo menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.
“Mulai bulan juni tahun 2008 sampai dengan tahun 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama,” kata Firli.
Selanjutnya, pada 2011, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Selama 2011 sampai dengan 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PTDI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta.
“Bahwa setelah keenam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia (Persero), terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (Persero) di antaranya Budi Santoso, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh,” kata Firli.
Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PTDI sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta. Atas perbuatannya, Budi Santoso dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana.