Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai kemarahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam rapat kabinet menunjukkan kegagalan kepala pemerintahan mengendalikan para menterinya di Kabinet Indonesia Maju.
“Jadi pidato Jokowi marah itu sebenarnya ekspresi emosional dari kegagalannya sekaligus kekacauan mengendalikan para menteri," kata Ubedilah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/6/2020).
Pidato presiden yang marah itu,menurut Ubedilah Badrun, menunjukkan adanya kekisruhan di manajemen kabinet.
“Itu menunjukkan betapa kacaunya manajemen Presiden dalam mendorong para menterinya untuk bekerja ekstra di tengah krisis," katanya.
Video kemarahan Jokowi terhadap jajaran menterinya diunggah pada 28 Juni lalu di Youtube resmi Sekretariat Presiden.
Video tersebut baru diunggah 10 hari setelah pidato itu dilakukan Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020.
Baca Juga
Dalam video berdurasi 10 menit itu, Jokowi menegur keras jajaran menterinya yang ia sebut belum satu perasaan, terhadap adanya sense of crisis di Indonesia akibat Covid-19.
Jokowi mengatakan tak ada progres signifikan yang dibuat para menterinya dalam menanggulangi pandemi ini. Bahkan, Jokowi mengancam akan membubarkan lembaga atau mereshuffle kabinetnya jika diperlukan.
Ubedilah mengatakan, sikap Jokowi juga memperlihatkan koordinasi yang kurang efektif antara Presiden dan menteri koordinator serta menko dan para menteri.
Sejak awal, kata Ubedilah, para menteri terlalu berlebihan ditanamkan sikap optimistis dan percaya diri ala Jokowi yang cuek terhadap kritik, dan tidak memiliki sense of crisis yang kuat.
“Termasuk arogan dan menganggap remeh pandemi Covid-19 dengan meresponsnya dengan kelakar tidak perlu,” katanya.
Menurut Ubedilah, Jokowi juga awalnya dianggap cuek dan meremehkan pandemi Covid-19, serta terlalu optimistis dengan angka pertumbuhan ekonomi.
Ketika angka pertumbuhan ekonomi terkonstraksi hingga minus, Jokowi baru syok, kaget, dan marah-marah.