Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Umum Front Pembela Islam atau FPI Munarman meyakini pemberlakuan UU No. 2/2020 berpotensi merugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara.
UU 2/2020 merupakan penetapan atas Perpu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Kerugian konstitusional yang terancam itu adalah hak warga negara untuk mendapatkan penyelenggaraan negara berdasarkan prinsip negara hukum. Kerugian konstitusional lainnya adalah hak warga negara untuk mengawasi penggunaan APBN melalui wakil rakyat di DPR.
Munarman menguraikan ancaman kerugian hak konstitusional itu dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian UU 2/2020. Bersama dengan Ketua Umum FPI Ahmad Sabri Lubis dan delapan pemohon perorangan lainnya, Munarman menggugat UU No. 2/2020 secara formil dan materiil.
“Intinya para pemohon adalah WNI perorangan dan tidak tergabung dalam satu organisasi,” kata Munarman dalam sidang di Jakarta, Kamis (25/6/2020).
Untuk gugatan formil, Munarman dkk meminta MK membatalkan keseluruhan UU 2/2020. Dia mendalilkan persetujuan beleid tersebut di DPR melabrak konstitusi dan prosedur pembentukan UU.
Ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 31 Maret, Perpu 1/2020 diundangkan pada hari yang sama. Pada 12 Mei, parlemen menyetujui beleid tersebut sebagai UU, disusul pengesahan oleh Presiden Jokowi dan pengundangan pada 18 Mei.
Munarman mendalilkan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 mengharuskan persetujuan perppu menjadi UU dilakukan DPR pada masa sidang berbeda dengan penetapan oleh Presiden. Faktanya, menurut dia, penetapan Perppu 1/2020 dan persetujuan berlangsung pada masa sidang III DPR.
“Fakta-fakta akan kami ajukan dalam sidang pembuktian nanti,” ujar Munarman.
Selain gugatan formil, Munarman dkk menguji secara materiil Pasal 2 ayat (1) huruf a angka (1), angka (2), angka (3). Materi-materi tersebut memuat kewenangan pemerintah untuk menetapkan batasan defisit APBN di atas 3% produk domestik bruto (PDB) hingga tahun anggaran 2022.
Di samping itu, para pemohon menyoal Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) yang menyematkan kekebalan pejabat negara dari jangkauan pengadilan pidana, perdata, dan tata usaha negara. Padahal, UUD 1945 menjamin perlakuan yang sama terhadap warga negara di hadapan hukum.
Berbarengan dengan gugatan Munarman dkk, MK menggelar sidang pemeriksaan dua perkara pengujian UU 2/2020 lainnya. Menanggapi tiga perkara tersebut, Wakil Ketua MK Aswanto menilai masih terdapat kekurangan dalam format permohonan.
“Kami memberikan waktu 14 hari untuk melakukan perbaikan,” ucapnya.
Sampai Kamis, MK telah memeriksa lima permohonan awal pengujian UU No. 2/2020. Berdasarkan data Kepaniteraan MK, terdapat dua tambahan permohonan sejenis, tetapi belum teregistrasi.