Kabar24.com, JAKARTA — Mantan Kepala Staf Kostrad Kivlan Zen mengumbar perasaan kecewa ditetapkan sebagai tersangka dan terdakwa kasus dugaan kepemilikan senjata api dalam sidang perbaikan permohonan uji materi UU Darurat No. 12/1951.
“Tidak pernah dalam mimpi maupun kehidupan nyata pemohon yang telah mengabdi kepada negara selaku prajurit TNI tahun 1971—2001, dan pasca-pensiun masih bertugas di Filipina melepaskan sandera untuk kepentingan wibawa dan martabat pemerintah RI, mengalami penangkapan tanggal 26 Mei 2019 selanjutnya penetapan tersangka dan penahanan penjara sejak 30 Mei 2019 secara masif oleh pemerintah,” kata Tonin Tachta Singarimbun, kuasa hukum Kivlan, dalam sidang perbaikan di Jakarta, Senin (15/6/2020).
Sidang tersebut dihadiri langsung oleh Kivlan selaku pemohon. Kesempatan untuk memberikan pernyataan di akhir sidang digunakan Kivlan untuk memohon keadilan kepada Tuhan melalui hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
“Semoga saya mendapatkan keadilan dan mendapatkan rahmat dalam saya mengajukan petitum ini. Saya berserah diri semoga Allah mengabulkan permohonan saya di hadapan Yang Mulia,” kata Kivlan.
Pemohon mendalilkan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat 12/1951 menimbulkan ketidakpastian hukum dan diskriminatif. Pasal tersebut berisi larangan bagi setiap orang untuk memasukkan dan menggunakan senjata api dan amunisi beserta ancaman hukumannya.
Selain itu, Kivlan menyoal pembentukan beleid tersebut karena tidak sesuai dengan proses pembentukan UU. Menurut pemohon, UU darurat tidak lagi diakomodasi dalam rezim hukum Indonesia. Produk hukum sederajat UU hanya peraturan pemerintah pengganti UU (perppu).
Pada Februari 1961, UU Darurat 12/1951 dan seluruh UU darurat maupun perppu yang dibentuk sebelum 1 Januari 1961 dinyatakan sebagai UU. Deklarasi itu termaktub dalam UU No. 1/1961 yang diteken oleh Presiden Soekarno.
Meski demikian, pemohon mengklaim pembentukan tersebut tidak sah. Pasalnya, UU 1/1961 tidak dibentuk pemerintah bersama dengan DPR sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Kivlan Zen menggugat UU Darurat 12/1951 setelah menjadi terdakwa kasus dugaan kepemilikan senjata api. Pengusaha Habil Marati sebagai penyandang dana pembelian senjata api telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
UU Darurat 12/1951 tentang Mengubah Ordonnan Tietijdelijke Byzondere Strafbepalingen (STBL. 1948 Nomor 17) dan UU RI Dahulu No. 8/1948 memang tidak lazim sebagai nomenklatur UU. Di kalangan praktisi hukum, UU Darurat 12/1951 adalah tentang Senjata Api.
“Dalam sistem hukum kita ada dua sampai tiga nama untuk UU ini,” kata Tonin Tachta Singarimbun.
Dalam petitumnya, Kivlan Zen meminta MK menghapus Pasal 1 ayat (1) UU Darurat 12/1951. Di samping itu, pemohon menyerahkan kepada MK bila pasal tersebut dipertahankan, tetapi diberikan sejumlah persyaratan guna memenuhi unsur konstitusionalitas.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan bahwa perkara tersebut akan dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). Rapat tersebut bakal memutuskan apakah sidang pemeriksaan dilakukan atau tidak.