Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto mendukung langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyelidiki dugaan tindak monopoli harga BBM non-subsidi yang dilakukan lima perusahaan migas.
Menurut Mulyanto dugaan monopoli tersebut jika terbukti merupakan sebuah kejahatan yang akan merugikan masyarakat. Untuk itu, ia meminta KPPU segera mengusut dugaan ini secara tuntas dan jelas.
Mulyanto menyayangkan di tengah kondisi sulit karena dampak pandemi Covid-19, masih ada pihak-pihak yang tega mengambil keuntungan secara tidak wajar di atas penderitaan rakyat.
"Saya apresiasi KPPU yang proaktif melakukan penyelidikan terhadap permainan harga BBM non-subsidi ini. Saya yakin ini bukan pekerjaan mudah karena ada banyak pihak yang berkepentingan dengan harga jual BBM non-subsidi,” kata Mulyanto, dikutip dari keterangan resminya, Minggu (17/5/2020).
Ia menuturkan, apabila dugaan tersebut terbukti, seluruh pihak terkait harus diberikan sanksi sesuai hukum yang berlaku.
Mulyanto melanjutkan, pihaknya juga akan mengawal proses penyelidikan dugaan monopoli lima perusahaan migas ini oleh KPPU. Pasalnya, KPPU mungkin akan mendapat tantangan dan tekanan dari pihak-pihak yang merasa terancam dengan penyelidikan yang dilakukan.
“Untuk itu, kami akan bantu mengawasi agar proses penyelidikan ini dapat berjalan lancar. Masalah ini harus dibuka secara transparan agar rakyat bisa mendapatkan haknya secara utuh," tegasnya.
Sebelumnya, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha mulai menyelidiki dugaan penetapan harga jual eceran bahan bakar minyak oleh 5 pelaku usaha di sektor tersebut.
Juru Bicara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih mengatakan dugaan ini diawali dari tidak adanya penurunan harga BBM nonsubsidi oleh para pelaku usaha sektor tersebut sejak Maret 2020. Padahal, harga penyediaan BBM dunia telah mengalami penurunan sejak awal tahun.
“Saat ini KPPU telah mengantongi satu jenis alat bukti yang menjadi dasar penegakan hukum tersebut,” ujarnya, Jumat (15/5/2020).
Adapun pelanggaran pasal yang diduga adalah Pasal 5 Undang-undang (UU) No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal itu melarang pelaku usaha untuk melakukan penetapan harga secara bersama-sama.
Sebagaimana diketahui, formula dasar harga jual eceran BBM diatur melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan/atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (Kepmen 62K/2020).
Aturan itu, kata Guntur, berlaku mulai 1 Maret 2020. KPPU, lanjutnya, menilai kebijakan Pemerintah tersebut mampu mendorong kompetisi dalam penjualan BBM nonsubsidi, khususnya dengan dihapuskannya margin minimum dari formula.