Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia perlu belajar dari Korea Selatan terkait rencana Pilkada 9 Desember 2020 mendatang. Meskipun sulit untuk meniru secara keseluruhan, namun ada beberapa aspek yang dapat menjadi pertimbangan untuk membuat keputusan.
Seperti diketahui, Korsel berhasil menggelar pemilu legislatif (Pileg) pada 15 April lalu kendati masih menghadapi ancaman penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19.
Senior Program Manager International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Adhy Aman mengemukakan pengalaman yang dilakukan Korsel memang tidak dapat dijiplak begitu saja untuk diterapkan di Indonesia di tengah pandemi saat ini.
“Ini sebagai contoh saja bahwa ada yang berhasil. Tetapi, bukan kemudian keberhasilan di Korsel langsung diterapkan di Indonesia. Setiap negara punya kemampuan dan kekhasan masing-masing, yang tidak bisa disamaratakan dengan negara lain,” kata Adhy dalam diskusi bertema 'Pemilu di Masa Pandemi Covid-19: Belajar dari Korea Selatan' melalui video conference, Selasa (21/4/2020).
Adhy menjelaskan keberhasilan Korsel menyelenggarakan Pileg tersebut lantaran beberapa hal dilakukan secara ketat sesuai dengan protokol kesehatan dalam menghadapi Covid-19.
Pertama, ketika berada dalam antrian, pemilih harus memakai masker. Kedua, sebelum masuk ke tempat pemungutan suara (TPS), suhu badan mesti diperiksa dengan termometer ‘tanpa sentuh’.
"Mereka yang bersuhu badan lebih dari 37,5°C atau yang menunjukkan gangguan pernapasan diarahkan ke TPS khusus dengan sarana pengamanan yang lebih tinggi."
Ketiga, pemilih harus menjaga jarak dengan orang lain paling sedikit satu meter dengan berbagai petunjuk dan tanda yang ditempatkan secara jelas di sekitar TPS untuk memudahkan pemilih menjaga jarak. Keempat, pemilih harus mensterilkan tangan mereka dan memakai sarung tangan plastik yang disediakan sambil memastikan kartu identitas mereka dapat diperiksa.
Kelima, dengan memakai masker dan tetap memakai sarung tangan, pemilih kemudian menerima surat suara dan memberikan suaranya. Keenam, ketika meninggalkan TPS, pemilih harus menanggalkan sarung tangannya dan membuangnya ke tempat pembuangan yang disediakan di pintu keluar.
Menurutnya, pilkada di tengah pandemi seperti Korsel sulit untuk ditiru di Indonesia. Apalagi, untuk proses pelaksanaan rumit dan mahal.
"Jika melihat praktik yang diterapkan di Korsel, ada banyak infrastruktur pemilu yang disiapkan seperti masker, pembersih tangan, sarung tangan, dan pelindung wajah bagi petugas pilkada. Belum lagi biaya-biaya pembelian kertas suara, kotak suara, tinta, spidol, petugas pemilu, dan lain-lain yang merupakan anggaran untuk pemilu normal," paparnya.
Selain itu, masyarakat harus tertib menjalankan protokol kesehatan seperti ditunjukan masyarakat Korsel. Dalam konteks ini, Adhy meragukan akan kepatuhan masyarakat Indonesia untuk ikuti protokol kesehatan saat menuju TPS.
"Hal itu karena kultur masyarakat Korsel sudah tertib dan patuh terhadap aturan. Sementara masyarakat Indonesia, tingkat kepatuhan dan kedisiplinannya masih rendah," katanya.