Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dinilai tidak mampu untuk meniru Korea Selatan yang berhasil melaksanakan pemilihan umum atau pemilu di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Pasalnya, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan untuk bisa merealisasikan hal yang sama.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan setiap negara memiliki konteks lokal atau latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda.
"Yang bisa kita lakukan adalah belajar merefleksikan situasi yang ada di negara kita, kita tida bisa melompat meniru kesuksesan dari negara lain. Ada konteks lokal perlu disesuaikan," jelas Titi melalui video conference Selasa (21/4/2020).
Jadi, lanjut Titi, ketika melihat faktor keberhasilan di Korea Selatan untuk diterapkan ke negera lain, termasuk Indonesia membutuhkan infrastruktur yang memadai, mulai dari instrumen hukum hingga kesiapan dari penyelenggara pemilihan umumnya.
Selain itu, KPU juga memberikan jaminan rasa aman, sehingga kepercayaan publik dapat meningkat. Menurutnya, sistem di Korea Selatan berjalan sukses karena kepercayaan publik akan demokrasi tinggi.
Di sisi lain, instrumen hukum untuk menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi juga sudah ditetapkan.
Baca Juga
Sebelumnya, Komisi II DPR bersama dengan Menteri Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum telah menyepakati tanggal pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember 2020.
Menurutnya, keputusan penundaan Pilkada hingga Desember 2020 juga cukup berisiko. Menurutnya, waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan Pilkada juga sangat pendek. Pasalnya dari partisipan hingga penyelenggara juga membutuhkan waktu yang panjang untuk beradaptasi.
"Kalau di Desember [Indonesia] belum punya seknario yang meyakinkan. Untuk adaptasi dibutuhkan waktu yang cukup. Jangan sampai memilih jalan pintas," katanya.
Dia melanjutkan, cara pemilu dari Korea Selatan dapat dipelajari namun untuk konsep jangka panjang. Teknologi untuk melaksanakan hal tersebut bisa diadaptasi namun harus terdapat perhitungan yang tepat dan instrumen pendukung juga harus siap seluruhnya.
"Saat ini instrumen hukum [Perppu] untuk basis penundaan saja belum ada, kalau pengambilan keputusan ambat maka parameter demokratis juga akan sulit. Perppu perlu segera ditetapkan," jelasnya.