Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi akan menjadwalkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 pada pekan depan.
Tercatat, ada dua pemohon uji materi Perppu No.1/2020 ke Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan sejumlah tokoh, yaitu Din Syamsuddin, Sri Edi Swasono, dan Amien Rais.
“Sidang belum dijadwalkan. Mudah-mudahan setelah 21 April ini akan diagendakan,” kata Juru Bicara MK Fajar Laksono melalui pesan singkat, Jumat (17/4/2020).
Rencananya persidangan akan dilakukan secara daring. MK juga menyiapkan persidangan secara langsung dengan memerhatikan protokol kesehatan yang ketat sesuai standar Kementerian Kesehatan.
“Regulasi dan piranti sedang kami siapkan. Mudah-mudahan dalam kondisi PSBB ini MK dapat menggelar sidang dengan memperhatikan situasi dan semua protokol kesehatan,” ujarnya.
Sejak pandemi virus Corona (Covid-19) meluas di Indonesia, MK menutup akses publik sejak 17 Maret hingga 21 April 2020. Namun, aktivitas internal MK tetap berjalan dengan menerapkan work from home atau bekerja dari rumah.
Baca Juga
Sementara itu, Din Syamsuddin dan kawan-kawan mengajukan permohonan uji materi Pasal 2 ayat 1 huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3 Perppu 1/2020 per tanggal 14 April 2020. Mereka juga meminta uji materi Pasal 27 dan Pasal 28 di dalam Perppu yang sama. Alasan mendasar permohonan uji materi adalah karena Perppu 1/2020 bertentangan dengan UUD 1945.
Adapun, Perppu 1/2020 di antaranya mengatur alokasi tambahan belanja dan pembiayaan APBN Tahun 2020 sebesar Rp450,1 triliun untuk penanganan Corona. Di dalamnya juga diatur kewenangan pemerintah untuk menentukan batas defisit anggaran di atas 3 persen hingga 2022.
Dalam permohonan uji materi tersebut, hal itu membuka peluang bagi pemerintah menentukan presentasi PDB terhadap defisit anggaran tanpa batasan. Dengan demikian memiliki potensi terhadap membengkaknya pos pembiayaan APBN, termasuk meningkatkan jumlah rasio utang baik dalam negeri maupun luar negeri.
Para pemohon menilai bahwa diaturnya batas minimal defisit tanpa menentukan batas maksimal, sama saja dengan memberikan cek kosong bagi pemerintah untuk melakukan akrobat dalam penyusunan APBN setidaknya sampai dengan tiga tahun ke depan atau Tahun Anggaran 2022.
“Hal ini berpotensi disalahgunakan pemerintah untuk memperbesar rasio pinjaman negara, khususnya pinjaman yang berasal dari luar negeri,” demikian mengutip langsung permohonan uji materi.