Bisnis.com, JAKARTA - Herawati Sudoyo tak bisa menutupi kesedihannya ketika dihubungi Bisnis, akhir pekan lalu. Wakil Kepala Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman itu mengaku waktu 2 bulan terbuang sia-sia.
Menurutnya, dalam 2 bulan terakhir dipakai untuk berdebat dan berkilah bahwa Indonesia kebal dari penularan virus corona atau Covid-19.
Padahal negara lain sudah heboh mempersiapkan diri untuk memerangi bahaya laten virus yang bersumber dari Wuhan, Hubai, China tersebut.
"Tip of the iceberg, kita terlambat 2 bulan karena sibuk dalam penyangkalan," ujarnya kepada Bisnis.
Saat Bisnis menyampaikan simpati mendengar penyataan tersebut, Herawati berujar, "Saya lebih [sedih] lagi, karena mengamati, dan sudah mempelajari semuanya dari awal di Wuhan dan pola sebarannya," tegasnya.
Dia pun menyampaikan bahwa Indonesia baru heboh setelah Presiden Jokowi mengumumkan ada dua pasien positif virus corona. Pada Senin (2/3/2020), Jokowi mengumumkan ada dua warga Indonesia yang positif terkena virus corona.
Baca Juga
Setelah 14 hari pengumuman itu, pasien yang positif corona terus melonjak. Hingga Senin (16/3/2020), sudah ada 134 pasien positif corona, sebanyak 5 orang meninggal dan 8 orang sembuh.
Hera menegaskan bahwa Lembaga Eijkman sebenarnya sudah siap sejak awal virus tersebut menginfeksi Wuhan. “Sebagai lembaga penelitian kami harus cepat tanggap dan siap melakukan analisis risiko,” tegasnya.
Lembaga Eijkman adalah lembaga penelitian biologi molekuler berstatus satuan kerja di bawah naungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
Menurutnya, Lembaga Eijkman memiliki Emerging Virus Research Unit yang memiliki tugas untuk melakukan studi penyakit baru muncul seperti Avian Flu, West Nile, Japanese Encephalitis hingga Zika.
“Corona virus merupakan salah satu yang telah kami temukan menggunakan platform pencarian famili virus. Karena pengalaman tersebut sebenarnya tidak sulit bagi kami untuk mendesain ‘primer’ yang diperlukan untuk tes,” tuturnya.
Tenaga medis bekerja di tenda dan bangunan darurat yang dibuat untuk membantu sistem perawatan kesehatan di kawasan rumah sakit di Brescia, Italia, Jumat (13/3/2020). Penyebaran wabah virus corona (Covid-19) di Italia cukup signifikan dengan pertumbuhan jumlah kematian pasien yang mencapai 14 persen. Bloomberg/Francesca Volpi
Primer atau reagen adalah sejenis senyawa yang dipakai untuk mengetes virus corona. Saat ini primer masih diimpor dari sejumlah negara. Sejumlah negara yang sudah mampu mengembangkan seperti China, Jepang, Korea Selatan, Singapura hingga Vietnam.
Adapun teknis pengetesan dilakukan dengan memasukan primer ke mesin laboratorium. Lantas materi yang akan diperiksa ikut dimasukkan ke dalamnya.
Dua mesin yang dipakai adalah polymerase chain reaction (PCR) dan sequencing. PCR digunakan untuk melihat apakah keluarga dari virus corona terdapat di dalam tubuh pasien, sedangkan sequencing untuk memastikan apakah itu virus merupakan corona atau bukan.
Hera menambahkan, apabila sejumlah lembaga dilibatkan lebih awal akan mempermudah mendeteksi dan melacak keberadaan Covid-19. “Dengan secara resmi dilibatkan, akan banyak yang dapat kami lakukan. Tidak hanya test untuk COVID -19 tetapi juga dilanjutkan dengan pencarian virus lain bila hasilnya negative.”
Pemerintah baru memutuskan untuk melibatkan lembaga lain untuk mengetes virus corona pada akhir pekan lalu. Lembaga yang dilibatkan selain Eijkman adalah Universitas Airlangga, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL). Mereka mulai bekerja pada hari ini.
Selain itu, kabarnya ada beberapa lembaga dalam proses pengajuan pengetesan virus corona, seperti Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Hal tersebut disampaikan Dekan FKUI Ari Fahrial Syam. Menurutnya, FKUI siap melakukan pemeriksaan 100 sampel per hari. “Itu bila dilakukan dalam 24 jam per hari, jadi masing-masing satu kali jalan itu 50 sampel per 12 jam. Kami siap,” ujarnya di Gedung FKUI, Salemba, pekan lalu.
MENDETEKSI VIRUS
Dengan persebaran virus corona yang semakin massif, lalu apa yang harus dilakukan? Menurut Hera perlu memperkuat kemampuan deteksi, raising awareness, dan menghindari tempat berkumpulnya publik.
Raising awareness perlu dilakukan karena sebagian publik seperti tidak mengerti akan kekhawatiran penularan Covid-19 sehingga menganggap enteng. Padahal, kalangan akademik berdebar-debar menanti meledaknya penyakit menjadi pandemik.
“Terus terang kami mengagumi BG Lee [Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong] yang dapat menerangkan pada bangsa Singapura dengan penghayatan layaknya seorang yang mengerti kesehatan masyarakat. Jelas, tegas, dengan bahasa yang dimengerti, tiga bahasa lagi. Jadi semua dapat menerima dengan cukup tenang,” terangnya.
Seorang peneliti bekerja di laboratorium pusat pencegahan dan pengendalian penyakit di Nanyang, Provinsi Henan, China tengah, pada 4 Februari 2020./Antara-Xinhua
Adapun untuk kemampuan mendeteksi, sebenarnya tidak semua laboratorium mempunyai kemampuan yang sama untuk mendeteksi virus corona, sehingga harus terstandardisasi agar tidak terjadi kesalahan.
“Itulah kegunaan mengapa sering dianjurkan dilakukannya konfirmasi di lab independen [bukan satu kementerian] untuk menghindari bias,” tegas Hera.
Pemerintah sempat merilis ulang status pasien yang meninggal di Cianjur. Pasien karyawan PT Telkom (Persero) Tbk. itu sebelumnya disebut negatif corona. Namun, setelah sepekan lebih dinyatakan positif corona. Pemerintah berdalih perlu dilakukan tes sampai beberapa kali untuk memastikan positif.
Sebelum menunjuk lembaga lain, pengetesan virus corona dilakukan oleh Balitbangkes Kementerian Kesehatan. Adapun Lembaga Eijkman sendiri mengklaim mampu mendeteksi sebanyak 200 sampel setiap hari.
Saat ditanya mengenai seberapa luas sebaran virus corona, Hera mengaku tidak bisa memprediksi. “Masalahnya kan radinnya, angkanya tidak ada, dan tidak ada yang tahu. Dengan melakukan tracing sistematis yang bagus, lagi-lagi meniru Singapura, mungkin bisa diprediksi. Ini nyata yang kita hadapi,” tambahnya.
KARANTINA PENDUDUK
Presiden Joko Widodo hari ini menyampaikan bahwa belum ada rencana untuk melakukan lockdown atau karantina penduduk untuk mengatasi persebaran virus corona. Bahkan, dia melarang pemerintah daerah melakukan lockdown.
“Saya tegaskan bahwa kebijakan lockdown baik di tingkat nasional maupun daerah adalah kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan ini tidak boleh diambil oleh Pemda dan sampai saat ini tidak ada kita berfikir ke arah kebijakan lockdown,” katanya di Istana Presiden, Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020).
Pernyataan Jokowi menolak lockdown menuai pro kontra. Ada kekhawatiran bahwa akan menimbulkan konflik sosial karena banyak masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan dan bekerja nonformal.
Namun, tidak sedikit yang mendukung lockdown secara terbatas, misalkan karantina khusus DKI Jakarta sebagai pusat persebaran virus corona sejauh ini. Apalagi ada prediksi puncak penularan virus akan terjadi dalam 60-80 hari ke depan.
Jalanan kosong terlihat di depan stasiun kereta api Centrale di Milan, Italia, Selasa (10/3/2020). Italia menjadi negara pertama yang mencoba melakukan kebijakan lock down (penguncian) untuk menghentikan penyebaran virus corona. Bloomberg/Camilla Cerea
Menurut peneliti mikrobiologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sugiyono Saputra mengatakan tidak menutup kemungkinan tindakan lockdown dilakukan apabila kondisi makin memburuk.
"Menurut saya, tidak menutup kemungkinan itu nantinya [dilakukan lockdown]. Karena Covid-19 memang sudah jadi pandemik dan kita tidak tahu ke depan kondisinya seperti apa," katanya ketika dihubungi oleh Bisnis, pekan lalu.
Sugiyono menjelaskan bahwa lockdown merupakan opsi terakhir yang mau tidak mau harus diambil apabila jumlah penderita mengalami peningkatan signifikan dan makin meluas ke daerah lainnya.
"Wuhan lockdown dinilai berhasil menurunkan transmisi Covid-19 yang pada akhirnya ditiru oleh beberapa negara di Eropa dengan menghentikan sementara transportasi publik, menutup tempat publik, mengontrol pergerakan keluar dan masuk kota," tuturnya.
Namun, dia tak menampik bahwa dibutuhkan pengorbanan yang sangat besar untuk melakukan lockdown lantaran berdampak sangat besar terhadap berbagai aspek kehidupan lainnya, terutama perekonomian suatu negara.
Akan tetapi, pemerintah sendiri telah mengklaim kebutuhan bahan pokok sampai akhir tahun apabila dilakukan lockdown. Pemerintah tinggal menggerakan TNI dan Polri untuk mengamankan kebutuhan agar tidak terjadi penjarahan.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum PMI (Palang Merah Indonesia) pun bersuara bahwa pemerintah dapat mempertimbangkan upaya lockdown (isolasi wilayah) untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran virus corona di Indonesia.
“Salah satunya itu [lockdown]. China berhasil memperlambat karena lockdown itu. Negara yang disiplin yang bisa melaksanakan itu,” katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, pekan lalu.
Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN pun menyampaikan lockdown adalah opsi terbaik yang dilakukan oleh China. Bahkan, kota Wuhan dikunci selama dua bulan untuk memerangi virus corona. Dan, itu membuahkan hasil. Rumah sakit darurat sudah ditutup. Ekonomi negara itu mulai bangkit.
“Hancurnya ekonomi belum penting dibicarakan. Penyelamatan nyawa manusia yang harus diutamakan. Untuk apa ekonomi baik kalau semua manusianya meninggal dunia,” demikian seperti dikutip dari blog Disway.id.