Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Effendi Muara Sakti Simbolon mendorong Presiden Joko Widodo untuk lebih berani mengendalikan kepala daerah agar kebijakan pemerintah daerah seirama dengan pemerintah pusat.
Menurut Simbolon, era otonomi daerah telah memangkas rantai kontrol pemerintah pusat sampai kabupaten/kota. Presiden, kata dia, hanya sebatas mengendalikan pemerintah provinsi.
“Padahal di 514 kabupaten/kota itu tercipta lapangan kerja dan seterusnya. Di situ 30 persen anggaran pembangunan kita,” ujarnya seusai acara diskusi 100 Hari Kabinet Jokowi-Ma’ruf di Jakarta, Sabtu (8/2/2020).
Gara-gara terbatasnya kontrol itu, Simbolon berpendapat banyak bupati dan wali kota melakukan manuver sendiri. Akibatnya, kebijakan pemerintah daerah tingkat II tidak sama dengan visi dan misi Presiden RI.
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini, Jokowi seharusnya mengontrol pemerintah daerah dengan cara-cara ‘semidiktator’. Presiden tidak perlu turun tangan langsung, tetapi mengandalkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Melalui Kemendagri bisa melakukan pengarahan, tapi jangan wacana. Selama ini Pak Jokowi terlalu santun, terlalu baik, dan terlalu toleran,” ucapnya.
Baca Juga
Tak hanya ke pemerintahan daerah, kritik Simbolon terhadap Jokowi juga menyasar tata kelola pemerintahan pusat. Dia berpendapat Jokowi belum sepenuhnya mengomandoi jajaran Kabinet Indonesia Maju (KIM).
Di mata Simbolon, 100 hari pemerintahan kedua Jokowi lebih diwarnai curhat bekas Gubernur DKI Jakarta itu mengenai ketidakmampuan anak buah mengeksekusi kebijakan.
Padahal, menurut dia, efektivitas pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin praktis hingga akhir 2022 karena perhatian para menteri beralih ke kontestasi 2024.
“Saya berharap Jokowi ambil komando. Gunakan seluruh kekuatan di kekuasaan untuk mencapai tujuan. Semidiktator saja,” katanya.
Senada, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera memandang manajemen pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin belum efektif. Dia mencium budaya ewuh pakewuh dalam relasi anak buah dengan atasan.
Jokowi, kata Mardani, tidak perlu sungkan memanggil anak buah yang kinerjanya belum moncer. Perbaikan kinerja mutlak diperlukan agar pengelolaan anggaran Rp2.000 triliun per tahun dapat memperbaiki kondisi bangsa di berbagai bidang.
“Walau PKS oposisi kami berharap Pak Jokowi mencapai target 7 persen pertumbuhan ekonomi, KPK bergigi, dan kasus Jiwasraya tuntas,” tuturnya.
Menanggapi ketidakpuasan itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian memastikan Presiden Jokowi terus memantau kinerja pembantunya. Bila performa anak buah terbukti tidak maksimal, Jokowi akan mengocok ulang kabinet seperti periode pertama.
“Jangan kita yakin bahwa [anggota KIM] ini terus sampai 5 tahun,” ujar Donny.
Di mata publik, kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin paling moncer terletak di bidang perekonomian. Penilaian itu terekam dalam hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO) terhadap 1.600 orang menjadi responden.
Kinerja bidang perekonomian dinilai baik oleh 41 persen responden. Di bawahnya adalah sektor maritim dan investasi 31 persen, pemberdayaan manusia 29 persen, dan politik, hukum, dan keamanan (polhukam) 24 persen.
“Dalam survei hanya 12 persen yang menyatakan kondisi ekonomi Indonesia buruk dan 21 persen menyatakan kurang,” kata Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah Putra di tempat yang sama.
Dedi tidak menutup kemungkinan hasil survei anomali dengan kondisi perekonomian di tengah masyarakat. Namun, faktanya bidang perekonomian mampu mengungguli tiga sektor lain.
Tingginya persepsi positif ditunjang dengan program-program di bidang tersebut. Tiga dari delapan program pemerintahan Jokowi-Ma’ruf yang dianggap meningkat kinerjanya adalah di sektor perekonomian.
Perinciannya, infrastruktur sebanyak 21,1 persen, sertifikasi tanah 15,0 persen, dan pemindahan ibu kota negara 10,0 persen. Di sisi lain, tiga program ekonomi dianggap menurun kinerjanya yakni stabilitas harga bahan pokok, penyerapan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.
Survei IPO berbasis teknik wellbeing purposive sampling (WPS) tersebut berlangsung dari 10 Januari-31 Januari 2020 terhadap 1.600 responden. Validitas data dengan menggunakan metode tersebut diklaim dalam rentang 94 persen-97 persen.