Bisnis.com, JAKARTA - Wabah virus baru yang mereba dari Wuhan, China dinilai bakal memperlambat pertumbuhan ekonomi China dalam jangka pendek. Perlambatan itu disebut bakal berdampak terhadap para mitra dagang China di seluruh dunia.
Wabah virus corona sedikitnya telah menjangkiti 6.000 orang - sebagian besar di China - dan menewaskan 133 orang sejak wabah ini terdeteksi pada awal bulan. Penyebaran virus corona juga menjad perhatian Federal Reserve Amerika Serikat (The Fed).
Gubernur Federal Reserve Amerika Serikat, Jeromme Powell dalam konferensi pers, Rabu (29/1/2020) waktu setempat mengatakan pihaknya sangat hati-hati dalam memantau situasi. Bank sentral juga memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga.
Powell mencatat, saat ini terlalu dini untuk mengatakan sejauh mana dampak penyebaran virus corona - dan efek gulirnya - terhadap Amerika Serikat. "Hal yang signifikan akan berdampak terhadap ekonomi China, setidaknya dalam jangka pendek," ujarnya seperti dilansir Bisnis dari Reuters, Kamis (30/1/2020).
Seorang ekonomi pemerintah China sebelumnya memproyeksi wabah virus corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I/2020 sebesar satu poin prosentase menjadi 5 persen atau lebih rendah.
Powell mengakui, risiko perlambatan ekonomi China akan memiliki dampak luas, termasuk ke Amerika Serikat. Hal ini tidak terlepas dari posisi China sebagia ekonomi terbesar kedua di dunia. "Ekonomi China sangat penting dalam ekonomi dunia saat ini dan ketika China melambat, kita merasakannya," tutur Powell.
Baca Juga
Sejauh ini, China telah membatasi perjalanan dan menutup kegiatan usaha serta sekolah guna mengatasi wabah virus corona. Hal ini tidak membuat perusahaan dan pemerintah di seluruh dunia menjadi tenang. Beberapa di antaranya telah mengambil tindakan cepat.
Maskapai British Airwayys, United Airlines, dan Lufthansa telah memangkas atau menunda penerbangan. Para wisatawan juga membatalkan perjalanan. Starbucks juga telah menutup setengah gerainya di China sementara Walt Disney menutup taman hiburan di Shanghai dan Hong Kong.
Lembaga pemeringkat Moody's dalam laporannya menyebut, virus corona kemungkinan berdampak negatif terhadap sektor barang dan jasa yang tergantung pada konsumen dan produk perantana Negeri Panda tersebut.
Penilaian itu menunjukkan dampak yang lebih besar dibandingaknd engan epidemi Severe Acure Respiratory Syndrome (SARS) pada 2002-2003 lalu. Wabah SARS mengakibatkan 800 orang wafat dan turut memperlambat perekonomian Asia. Saat itu, efek dari SARS terhadap ekonom Amerika Serikat terbatas dan berumur pendek.
Namun, kondisi saat ini amat berbeda. China sekrang memberikan sumbangsih lebih besar terhadap perekonomian dunia ketimbang saat itu. Terlebih, saat ini dunia lebih terhubung satu sama lain.
Selama sepekan terakhir, di tengah berita kasus virus corona perdagangan obligasi Amerika Serikat mencerminkan peningkatan kekhawatiran terkait efek spillover atau dampak turunan yang meluas. The Fed disebut dalam pertaruhan untuk memangkas suku bunga pada Juli 2020 mendatang.