Bisnis.com, JAKARTA - Dinasti politik dinilai tidak memberikan faedah bagi partai politik. Hal itu diungkapkan oleh pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin, Sabtu (18/1/2020).
"Kalau dilihat dari sejarah, dinasti politik di Indonesia banyak diwarnai dinasti politik yang buruk. Karena banyak pejabat yang dihasilkan dari dinasti politik itu korup dan cenderung membangun oligarki," ucap Ujang.
Ujang menambahkan dinasti politik biasanya juga akan menyebabkan kinerja partai menjadi melempem alias tidak berkembang.
"Jika yang diangkat dari kalangan keluarganya tak punya kemampuan, lalu kinerjanya melempem," tandas Ujang.
Kondisi faktual beberapa partai besar menunjukkan adanya dinasi politik. Teranyar, putra Amien Rais, Hanafi, akan maju sebagai Sekjen PAN berpasangan dengan calon ketua, Mulfachri Hararap.
Menurut rencana, Kongres PAN akan berlangsung pada 2 Februari 2020 di Sulawesi Tenggara. Selain Harahap, sejumlah nama calon ketua umum baru periode 2020-2025 telah mencuat yakni petahana Zulkifli Hasan dan Asman Abnur.
Terkait pelaksanaan pergantian kepemimpinan PAN, Amien Rais diminta tidak ikut campur terhadap urusan sistem demokrasi di partai tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang pendiri PAN Abdillah Toha saat menanggapi sikap Amien yang dinilai mengintervensi khususnya soal pelaksanaan kongres bulan depan.
"Ya sudahlah, yang lalu-lalu kan selalu ikut campur, itu kan urusan sistem demokrasi di partai. Sudah waktunyalah melepaskan ini ke yang muda-muda," kata Abdillah Toha.
"Pak Amien harus membiarkan, partai jangan tergantung ke Pak Amien," sambung Abdillah.
Abdillah mengungkapkan banyak pihak yang merasa keberatan dengan intervensi dari pihak yang tidak duduk dalam kepengurusan meski ia tidak menjelaskan bentuk tekanan dimaksud.
"Ya tafsirkan sendiri ikut campurnya bagaimana. Banyak yang keberatan. " tegas Abdillah.