Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Paradoks Demokrasi, Tito Karnavian: Jakarta Seperti Kampung Dibandingkan Shanghai

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan beberapa tahun terakhir ini terjadi paradoks demokrasi, sistem yang selama ini dianggap tepat menyejahterakan rakyat pada kenyataannya terbalik.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat mengikuti rapat kerja dengan Komite I DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019). Rapat tersebut membahas isu-isu terkait otonomi daerah, pemerintah daerah serta hubungan pusat dan daerah. /Antara
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat mengikuti rapat kerja dengan Komite I DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019). Rapat tersebut membahas isu-isu terkait otonomi daerah, pemerintah daerah serta hubungan pusat dan daerah. /Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan beberapa tahun terakhir ini terjadi paradoks demokrasi, sistem yang selama ini dianggap tepat menyejahterakan rakyat pada kenyataannya terbalik.

Tito Karnavian di Jakarta, Selasa (26/11/2019), mengatakan jika sistem yang dianut bangsa dikomparasikan dengan memberikan variabel pertumbuhan ekonomi, maka negara nondemokrasi atau otoriter yang menunjukkan keberhasilan.

Pada waktu 1998 ketika Tito menempuh pendidikan di Australia dan New Zealand, setiap hari yang dibicarakan adalah ancaman-ancaman ekonomi dan militer China yang akan berkembang besar.

"Kita itu 1998 mungkin berpikir ah ini negara dengan Jakarta saja Beijingnya kita lihat masih seperti kampung, sekarang terbalik-balik, Pak Anies kalau saya yakin bapak ke China, terbalik kalau kita melihat (sekarang), Jakarta kayak kampung dibandingkan dengan Shanghai," kata dia.

Pada kesempatan itu, Tito menjelaskan lima tahun terakhir demokrasi yang dianggap sebagai instrumen atau sistem yang dapat mengangkat kesejahteraan rakyat menimbulkan keraguan.

Sistem demokrasi, apalagi model liberal beberapa waktu lalu dianggap tepat untuk pembangunan kesehatan rakyat, merujuk contoh di negara-negara yang menerapkan itu, Amerika dan Eropa.

"Tapi kita lihat dalam waktu lima tahun terakhir ini, terjadi suatu perubahan atau fenomena yang menarik untuk dikaji, yaitu ketika variabel sistem politik kemudian dikorelasikan dengan variabel pertumbuhan ekonomi," kata dia.

Ternyata, di negara yang menganut sistem demokrasi liberal, seperti Amerika malah mengalami stagnasi ekonomi, kemudian Eropa juga menghadapi problem yang sama bahkan Inggris bereaksi untuk keluar.

"Tapi di negara-negara yang menganut sistem nondemokrasi yang dianggap sistemnya tidak tepat untuk kesejahteraan rakyat malah terbalik," kata dia.

China dengan satu partai yang nondemokratik melompat ekonominya, kemudian Vietnam juga menunjukkan hal yang sama, Thailand yang beralih dari sipil ke junta militer menunjukkan lompatan ekonomi.

"Ini tantangan bagi kita, kalau kita bisa membuktikan maka masyarakat akan melihat demokrasi menjadi baik, tapi kalau tidak, mungkin masyarakat mencari alternatif sistem politik yang lain, di situ muncul khilafah dan tawaran semi otoriter," ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper