Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan pihaknya akan mempercepat revisi undang-undang no.32/2002 tentang penyiaran, dengan mendorongnya masuk ke dalam prolegnas prioritas pada 2020.
Selain itu, kata Johnny, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga akan melakukan pembicaraan secara intens dengan DPR RI untuk membahas mengenai pihak yang akan menjadi inisiator revisi undang-undang tersebut ke depan.
Dia mengatakan dahulu UU penyiaran merupakan inisiatif DPR. Proses revisi sudah berlangsung lama disana. Johnny mengatakan Kemenkominfo siap jika kemudian DPR RI menyerahkan kepada pemerintah revisi undang-undang tersebut.
“Kita usulkan dulu nanti dengan DPR kan, kita masuk dalam prolegnas 5 tahunan. Dan tentu kita minta di prolegnas 2020,” kata Johnny di Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Dia menambahkan setelah diserahkan kepada pemerintah, Kemenkominfo selanjutnya akan berkordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk bisa mempercepat proses revisi.
Dia mengatakan bahwa undang-undang penyiaran selama ini juga menjadi salah satu fokus Presiden Joko Widodo.
Baca Juga
Pemerintah ingin regulasi yang diselesaikan tidak bertentangan dengan regulasi lainnya.
“Presiden tentu mengetahu betul akan urgensinya dua undang-undang itu, undang-undang penyiaran sangat penting juga yang kedua terkait data pribadi juga penting,” kata Johnny.
Sebelumnya, Johnny mengatakan sambil menunggu migrasi terjadi, Kemenkominfo tetap akan mendorong penyelenggaraan penyiaran televisi analog dan televisi digital secara bersamaan atau siaran simulcast secara simultan di beberapa daerah.
Ketentuan mengenai simulcast tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika no.3/2019 tentang Pelaksanaan Simulcast Dalam Rangka Persiapan Migrasi Sistem Penyiaran Televisi Analog ke Sistem Penyiaran Televisi Digital.
Dengan simulcast meskipun perusahaan melakukan siaran secara analog dan digital, Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) hanya perlu membayar biaya perizinan untuk satu siaran.
Tidak hanya itu, bahkan bagi perusahaan TV analog yang ingin berpindah ke digital, akan dibebaskan membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) frekuensi.
Implementasi regulasi ini dilakukan secara bertahap, saat ini sasarannya masih pada daerah di perbatasan.
Artinya LPS yang ingin menggunakan skema simulcast baru dapat dilakukan untuk daerah perbatasan saja. Penyiaran simulcast hanya berlaku sampai ditetapkan penghentian siaran analog.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi bahwa ASO dapat segera terjadi asalkan, Menkominfo serius dalam mengawasi revisi undang-undang penyiaran.
Dia mengusulkan agar revisi segera selesai maka Kemenkominfo harus intens berdiskusi dengan Lembaga Penyiaran, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Asosiasi Televisi untuk mencari titik tengah.
“Ini sebentar lagi 2020. Kita negara ASEAN sepakat paling lambat 2020 migrasi ke digital semua,” kata Heru.
Adapun, Wakil Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syarfril Nasution berpendapat bahwa belum terlaksananya migrasi ASO dan mundurnya target migrasi dikarenakan Menkominfo ingin perpindahan analog ke digital memiliki payung hukum yang kuat.
Oleh sebab itu, program yang rencananya rampung pada 2017 tersebut, kembali diundur selambat-lambatnya 2024.
“Perpindahan dari analog ke digital adalah hal mutlak. Namun harus diatur dan buat undang-undangnya dahulu,” kata Syafril.