Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan surat ke Imigrasi terkait dengan permintaan pelarangan ke luar negeri terhadap pemegang saham dari SIAM Group Holding, Lukman Neska.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pencegahan tersebut terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd 2009—2013 Bambang Irianto.
"Yang bersangkutan [Lukman Neska] dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung 2 September 2019," kata Febri, dalam pesan singkat, Rabu (11/9/2019).
Dalam perkara ini, eks Dirut Pertamina Energy Trading Limited (Petral) Bambang Irianto ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Service Pte. Ltd., dan diduga menerima suap US$2,9 juta.
Penerimaan suap diduga diterima sejak tahun 2010 s/d 2013, melalui rekening penampungan dari perusahaan yang didirikannya bernama SIAM Group Holding Ltd yang berkedudukan di British Virgin Island, sebuah kawasan bebas pajak.
"Uang suap itu atas bantuan yang diberikannya kepada pihak Kernel Oil terkait dengan kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada Pertamina Energy Service (PES) atau PT Pertamina (Persero) di Singapura dan pengiriman kargo," kata Wakil Ketua KPL Laode M. Syarif dalam konferensi pers, Selasa (10/9/2019).
Bambang dalam perkara ini menggelar pertemuan dengan perwakilan Kernel Oil Pte. Ltd. (Kernel Oil) yang merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES/PT Pertamina.
Pada saat itu, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT Pertamina (Persero) yang diikuti oleh National Oil Company (NOC), Major Oil Company, Refinery, maupun trader.
Kemudian, pada periode tahun 2009 s/d Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES/PT Pertamina.
Namun, tersangka Bambang selaku VP Marketing PES malah membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang.
"Sebagai imbalannya, diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri," kata Laode.
Laode mengatakan tersangka Bambang mendirikan SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan hukum di British Virgin Island untuk menampung uang suap tersebut.
Menurut Laode, perusahaan PES dianggap tidak menjalankan pedoman sesuai arahan Jokowi pada 2012 agar Pertamina melakukan peningkatan efisiensi dalam perdagangan minyak mentah dan BBM dengan mengutamakan pembelian langsung ke sumber-sumber utama.
Arahan itu adalah dalam melakukan pengadaan dan perdagangan, PES seharusnya mengacu pada pedoman yang menyebutkan penetapan penjual atau pembeli yang akan diundang untuk ikut dalam competitive bidding atau direct negotiation.
Hal itu seharusnya mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh PT Pertamina (Persero) dengan urutan prioritas yaitu NOC, Refiner/Producer, dan Potential Seller/Buyer.
Perusahaan yang dapat menjadi rekanan PES seharusnya adalah perusahaan-perusahaan yang masuk dalam Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) PES.
"Namun, pada kenyataannya tidak semua perusahaan yang terdaftar pada DMUT PES diundang mengikuti tender di PES," kata Laode.
Laode mengatakan tersangka Bambang bersama sejumlah pejabat PES malah menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender, yang salah satunya adalah NOC.
Namun, pada akhirnya pihak yang menjadi mengirimkan kargo untuk PES/PT Pertamina adalah Emirates National Oil Company (ENOC) yang diduga merupakan sebuah perusahaan bendera yang digunakan pihak perwakilan Kernel Oil.
Diduga, perusahaan ENOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerjasama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil.
"Tersangka BTO diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina," katanya.
Atas perbuatannya, Bambang Irianto dalam perkara ini disangka melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.