Bisnis.com, JAKARTA--- Rancangan Undang-Undang Pertanahan akan menjadi salah satu dasar untuk pemindahan ibu kota ke Kalimatan Timur guna memastikan tanah yang akan dijadikan lahan adalah milik negara.
"Jangan sampai ada isu pemindahan ibu kota, di sana sudah muncul spekulan-spekulan. Karena itu harus dipastikan bahwa semua bidang tanah itu statusnya adalah tanah negara, atau tanah yang langsung dikuasai negara," ungkap Kepala Bagian Perundang-undangan, Biro Hukum dan Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Yagus Suyadi, dalam diskusi publik di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan pada Senin.
Menurutnya, kerangka RUU Pertanahan dirancang untuk memastikan bahwa pengembang tidak dapat terus menerus memperpanjang Hak Guna Pakai (HGU) seperti yang terjadi selama ini.
Dalam aturan lama, ujar Yagus, ada peluang pengembang terus memperbarui izin dan kemudian memperpanjang lagi, tulis Antara.
Dalam RUU Pertanahan, perusahaan atau badan hukum skala besar bisa memanfaatkan total 90 tahun untuk potensi penggunaan dengan memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) yang dibagi dalam izin pertama 35 tahun, dan periode kedua selama 35 tahun, dan pemberian HGU ketiga selama 20 tahun.
RUU Pertanahan dibuat sebagai penyesuaian aturan dari Undang-Undang (UU) No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Baca Juga
Lembaga swadaya masyarakat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengkritik RUU Pertanahan karena dianggap tidak memiliki semangat reforma agraria, bisa dilihat salah satunya dari ketiadaan subjek prioritas seperti petani kecil, buruh tani, masyarakat adat dan warga miskin di pedesaan serta perkotaan.
Menurut Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika, yang juga hadir dalam diskusi itu, RUU tersebut juga memiliki potensi memperpanjang konflik agraria karena ketiadaan lembaga independen yang memiliki wewenang untuk menyelesaikannya.*