Bisnis.com, JAKARTA -- Myanmar dan Bangladesh sepakat untuk merepatriasi 3.540 Muslim Rohingya mulai pekan depan.
Lebih dari 730.000 Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine, Myanmar ke negara tetangga, Bangladesh, setelah kekerasan yang dilakukan militer pada Agustus 2017.
Sebanyak 3.540 pengungsi dari 22.000 pengungsi telah disiapkan untuk dikembalikan ke Myanmar. Kelompok pengungsi pertama tersebut disebut telah setuju untuk kembali ke Myanmar pada pekan depan.
"Kami telah menyetujui pemulangan 3.540 orang pada 22 Agustus," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Myanmar Myint Thu seperti dilansir Reuters, Jumat (16/8/2019).
Sebelumnya, upaya untuk membujuk warga Rohingya kembali ke Rakhine gagal karena ditentang oleh para pengungsi. Seorang pejabat senior Bangladesh yang tidak disebutkan namanya mengatakan upaya baru ini adalah rencana pemulangan skala kecil dan tidak ada pengungsi yang dipaksa untuk kembali.
"Bangladesh tidak menginginkan apa pun selain repatriasi yang aman, sukarela, bermartabat, dan berkelanjutan," ucapnya.
Baca Juga
Mohammed Eleyas, seorang aktivis Rohingya dengan Masyarakat Arakan Rohingya untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia, mengatakan para pengungsi belum diajak berkonsultasi tentang proses tersebut. Dia menegaskan Myanmar harus menyetujui tuntutan utama masyarakat sebelum repatriasi dimulai.
Sementara itu, para pejabat PBB telah diminta untuk melakukan survei atas para pengungsi yang diverifikasi oleh Myanmar untuk menentukan apakah mereka ingin kembali. Hal itu disampaikan lewat surat elektronik (surel) internal oleh badan pengungsi PBB (UNHCR), yang dilihat oleh Reuters.
"UNHCR akan memberikan para pengungsi informasi yang relevan dan dapat diandalkan tentang kondisi di Myanmar," demikian bunyi salah satu email.
PBB menyatakan kondisi di negara bagian Rakhine tidak kondusif untuk kembalinya para pengungsi. Wilayah itu telah diselimuti perang baru antara pasukan pemerintah dengan gerilyawan Arakan. Arakan merupakan anggota kelompok etnis bersenjata yang merekrut sebagian besar umat Buddha Rakhine yang mayoritas tinggal di daerah itu.
Adapun otoritas Myanmar telah memblokir sebagian besar lembaga kemanusiaan, termasuk PBB, dari daerah tersebut.
Pada Juli 2019, lembaga konsultan Australia, Australian Strategic Policy Institute, menyebut Pemerintah Myanmar membuat persiapan yang minimal untuk kembalinya para pengungsi. Mereka menyampaikan analisis citra satelit tidak menunjukkan tanda-tanda adanya rekonstruksi di sebagian besar bekas permukiman Rohingya, sedangkan perusakan rumah terus terjadi.