Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) RI mengadakan rapat lanjutan penyusunan Pedoman Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta, Kamis (8/8/2019).
Rapat ini dilaksanakan dalam rangka mendukung program prioritas nasional untuk meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia sesuai standar global Doing Business.
Selain itu, diharapkan Pedoman Kepailitan dan PKPU dapat membantu penyelesaian sengketa kepailitan di Indonesia, serta menciptakan peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan.
“Harapan saya, pedoman yang kita buat ini akan berlaku ke depan dan menjadi acuan selama belum ada amandemen UU Kepailitan,” ujar Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Syarifuddin, dikutip dari keterangan resmi.
Rapat penyusunan Pedoman Kepailitan dan PKPU ini dihadiri oleh anggota Pokja yang terdiri dari para hakim agung, pimpinan pengadilan tinggi, hakim banding di lingkungan peradilan umum, hakim tingkat pertama, dan Kepala Biro Hukum dan Humas MA RI Abdullah.
Ketua Pokja Kemudahan Berusaha Syamsul Maarif sebagai pemimpin rapat menyatakan, terdapat dua hal yang dibahas dalam rapat ini. Selain merampungkan Pedoman Kepailitan dan PKPU, peserta rapat juga akan dimintai masukan terkait draft rancangan RUU Kepailitan.
“RUU Kepailitan perlu masukan kita agar sejalan dengan pedoman yang kita buat,” katanya.
Dalam rapat ini, Syarifuddin meminta agar peserta rapat menyesuaikan pedoman Kepailitan dan PKPU dengan sistem peradilan elektronik (e-litigation) yang akan diterapkan MA dalam waktu dekat.
“Kita akan meluncurkan e-litigation. Kita sudah berada dalam peradilan modern. Oleh karena itu, handbook Kepailitan dan PKPU ini juga harus sejalan dengan sistem persidangan elektronik,” ujarnya.
Ia menambahkan, e-litigation akan diterapkan sejak 19 Agustus 2019.
Menurutnya, MA harus bergerak cepat dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi yang kian berkembang dan lembaga peradilan harus bisa menyesuaikan dengan perkembangan tersebut dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Kita tidak dapat menafikan bahwa sistem IT adalah suatu keniscayaan saat ini. Kita mau tidak mau harus mengikuti, meskipun tidak sekaligus. Namun, perlahan-lahan lembaga MA segera menuju ke arah peradilan yang berbasis teknologi informasi tersebut,” lanjutnya.