Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa tersangka Taswin Nur selaku penyuap Direktur Keuangan Angkasa Pura II Andra Agussalam merupakan orang dekat atau tangan kanan dari salah satu direksi PT INTI (Persero).
Andra diduga menerima suap dari Taswin Nur sebesar SG$96.700 terkait dengan proyek pengadaan pekerjaan baggage handling system (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo (anak usaha AP II) yang dilaksanakan oleh PT INTI tahun 2019.
Sebelumnya, KPK menyebut bahwa tersangka Taswin Nur adalah staf PT INTI. Namun, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan bahwa posisi tersangka Taswin Nur dalam perkara ini bukan menempati posisi secara formil di perusahaan.
"Staf yang perlu dipahami itu adalah bukan harus dalam posisi formil yang merupakan pegawai yang tercatat di sana, tapi staf dari pejabat-pejabat yang ada di PT INTI tersebut," kata Febri, Senin (5/8/2019).
Hal tersebut menanggapi pernyataan pihak PT INTI yang menyatakan bahwa Taswin Nur yang terjaring operasi tangkap tangan KPK dan berujung menjadi tersangka bukanlah pegawainya. Begitupun dengan Tedy Simanjuntak.
Febri mengatakan hal tersebut sebetulnya sudah dipertegas oleh Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan yang mengatakan bahwa tersangka Taswin Nur merupakan tangan kanan atau orang kepercayaan dari pejabat PT INTI tersebut.
Baca Juga
Hanya saja, Febri enggan menjelaskan secara detail siapa direksi yang dimaksud itu. Adapun dalam situs perseroan, PT INTI memiliki tiga direksi masing Direkur Utama Darman Mappangara, Direktur Bisnis Teguh Adi Sudaryono dan Direktur Keuangan Tri Hartono Rianto.
"Nanti tentu ini [siapa direksi yang dimaksud tersebut] akan diungkap satu per satu dalam proses penyidikan sampai pada proses persidangan nanti," kata Febri.
Sebelumnya, Pjs Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT INTI (Persero) Gde Pandit Andika Wicaksono membantah Taswin Nur dan Teddy Simanjuntak pejabat dan/atau karyawan PT INTI (Persero).
"Baik berstatus pegawai tetap perusahaan, kontrak, atau tenaga alih daya," katanya dalam keterangan resmi, Senin (5/8/2019).
Hanya saja, dia tak mau menjelaskan ketika ditanya spesifik terkait Taswin Nur yang disebut sebagai orang kepercayaan salah satu direksinya.
"Maaf, kalau ini bukan ranah kami."
Diduga Tak Sendirian
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menduga bahwa Andra Agussalam tidak sendirian dalam mengatur proyek pengadaan BHS tersebut. Diduga ada keterlibatan pihak lain yang saat ini tengah didalami KPK.
"Apakah keputusan itu bisa diambil seorang diri [oleh Andra]? Sudah pasti tidak. Kemungkinan akan dikembangkan [ke pihak lain] karena operasi ini adalah operasi tangkap tangan," katanya dalam konferensi pers, Kamis (1/8/2019) malam.
Menurut Basaria, tim saat ini masih bekerja dalam penyidikan kasus pengadaan proyek BHS yang menelan biaya sebesar Rp86 miliar untuk enam bandara yang dikelola AP II tersebut. Apalagi, KPK telah meminta keterangan dari sejumlah pihak sehari setelah kegiatan OTT terjadi.
Mereka yang dimintai keterangan adalah Executive General Manager, Divisi Airport Maintenance AP II Marzuki Battung; Direktur PT APP Wisnu Raharjo serta Staf PT INTI Tedy Simanjuntak.
Selain Andra, dalam perkara ini KPK juga menetapkan staf PT INTI Taswin Nur sebagai terduga pemberi suap. Dalam kontruksi perkara, KPK tak mengungkap secara detail perannya selain hanya memberikan uang suap untuk Andra melalui seorang sopir di kawasan pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
"TSW [Taswin Nur] orang kepercayaan pejabat utama disana [PT INTI]," ungkap Basaria sedikit memberikan identitas Taswin Nur.
Kasus ini berawal ketika PT APP berencana melakukan tender pengadaan proyek BHS, tetapi Andra malah mengarahkan anak usahanya itu agar proyek BHS tersebut ditunjuk secara langsung kepada PT INTI.
Padahal, kata Basaria, dalam pedoman perusahaan penunjukan langsung hanya dapat dilakukan apabila terdapat justifikasi dari unit teknis bahwa barang dan jasa hanya dapat disediakan oleh satu pabrikan, satu pemegang paten, atau perusahaan yang telah mendapat izin dan pemilik paten.
"AYA [Andra Agussalam] juga mengarahkan adanya negosiasi antara PT APP dan PT INTI untuk meningkatkan DP [down payment] dari 15 persen menjadi 20 persen untuk modal awal PT INTI dikarenakan ada kendala cashflowdi PT INTI," kata Basaria.
Selanjutnya, atas arahan Andra tersebut lantas ditindaklanjuti oleh Executive General Manager, Divisi Airport Maintenance AP II Marzuki Battung guna menyusun spesifikasi teknis yang mengarah pada penawaran PT INTI.
"Berdasarkan penilaian tim teknis PT APP, harga penawaran PT INTI terlalu mahal sehingga kontrak pengadaan BHS belum bisa terealisasi," ujar Basaria.
Andra juga mengarahkan Direktur PT APP Wisnu Raharjo agar mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI agar uang muka segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal.
"AYA [Andra Agussalam] diduga menerima uang S$96.700 [setara Rp944 juta] sebagai imbalan atas tindakannya mengawal agar proyek BHS dikerjakan oleh PT INTI," kata Basaria.
Atas perbuatannya, Andra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun, Taswin disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.