Bung Karno & Pasang Surut Hubungan Bilateral
Bagaimana Anda melihat hubungan bilateral Indonesia dan Bosnia & Herzegovina saat ini?
Hubungan Indonesia dan Bosnia & Herzegovina sangat bagus karena punya sejarah yang cukup panjang sejak era Yugoslavia dipimpin Josip Broz Tito. Saat itu, Bung Karno dan lima negara yang baru emerging memiliki semangat sama untuk menjadi negara nonblok. Akan tetapi, hubungan bagus ini sempat terputus ketika Indonesia menghadapi peristiwa kelam 1965. Perekonomian RI jatuh dengan inflasi mencapai 650% dan rasanya seperti ditinggal semua negara karena Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB] saat konfrontasi dengan Malaysia. Indonesia sempat menyambung hubungan lagi dengan dunia internasional tetapi tidak dengan negara-negara Balkan.
Perang Bosnia & Herzegovina terjadi 1992-1995 saat itu putus sama sekali. Baru tersambung lagi ketika Soeharto, Presiden RI kala itu, berkunjung ke Bosnia & Herzegovina pada 1995. Kedutaan Besar RI [KBRI] baru dibuka tahun 2010. Sebelumnya, urusan bilateral keduanya ditangani oleh KBRI di Budapest, Hongaria. Jadi, saya baru duta besar [dubes] kedua di sini. Dengan demikian, hubungan bilateral Indonesia dan Bosnia & Herzegovina sudah terjalin lama tetapi naik turun pasang surut begitulah.
Apa tugas yang diberikan pemerintah dalam hal ini Kementerian Luar Negeri saat menunjuk Anda sebagai Dubes?
Arahan dari Kementerian Luar Negeri yang pertama yakni membangun hubungan bilateral yang baik di mana kami ditempatkan. Kedua, melindungi warga negara Indonesia yang ada di Bosnia & Herzegovina. Ketiga, peluang perdagangan dan investasi. Pemerintah ingin dari Bosnia & Herzegovina investasi ke Indonesia juga sebaliknya dan pariwisata. Pendekatan lain yang dilakukan adalah sosial budaya dan people-to-people contact.