Bisnis.com, JAKARTA — Menanggapi maraknya kabar akan terjadinya people power terkait hasil Pemilu 2019, politisi Partai Demokrat Andi Arief menjelaskan bahwa aksi seperti itu hanya pernah terjadi sekali di Indonesia.
"People power itu cuma pernah sekali terjadi di Indonesia, bulan November 1998 saat MPR menolak pertanggungjawaban Habibie. Gerakan damai itu pun akumulasi gerakan sejak 1980-an," tulisnya dalam serangkaian cuitannya di Twitter, Sabtu (18/5/2019).
People Power bisa konstitusional bisa juga --bahkan kebanyakan-- inkonstitisional. People power inkonstitisional itu penumbangan Marcos, Sedangkan yang konstitusional adalah saat MPR mendapat desakan menolak pertanggungjawaban Habibie.
— andi arief (@AndiArief__) May 18, 2019
Menurut Andi, amuk massa dan people power adalah dua hal yang berbeda. Aksi kerusuhan 1965, Peristiwa Malari 1974, tuntutan pertanggungjawaban Soeharto 1978, dan kerusuhan Tanjung Priok 1986 misalnya, bukanlah people power.
Bahkan, Aksi 212 pun disebutnya bukan people power, sebab tuntutan politiknya tidak terang benderang. Oleh sebab itu, Andi menganggap wajar apabila ada demonstrasi pada 22 Mei 2019.
"Sebagaimana pemilu2 sebelumnya, maka 22 Mei mendatang maka akan ada yang menerima dan menentang hasil pengumuman KPU. Keduanya punya alasan. Ada tata caranya. Keduanya harus mendapat perlindungan hukum yang sama," lanjutnya.
Baca Juga
Andi, yang juga mantan aktivis Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi (SMID), pun menganjurkan calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan Joko Widodo untuk bertemu sebelum 22 Mei.
Selain itu, dia pun mengimbau para kader dan pendukung Partai Demokrat untuk bersama-sama menjaga keteduhan, menghentikan silang pendapat dengan kawan koalisi, dan menjaga kehormatan partai hingga 22 Mei 2019.