Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suap PLTU Riau-1 : Sidang Praperadilan Sofyan Basir Dijadwalkan 20 Mei 2019

Praperadilan Sofyan Basir resmi didaftarkan dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL pada Rabu (8/5/2019).
Mantan Dirut PLN Sofyan Basir (kiri) berjalan memasuki gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (6/5/2019)./ANTARA-Reno Esnir
Mantan Dirut PLN Sofyan Basir (kiri) berjalan memasuki gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (6/5/2019)./ANTARA-Reno Esnir

Kabar24.com, JAKARTA — Tersangka kasus dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1 Sofyan Basir, mengajukan praperadilan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Praperadilan resmi didaftarkan dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL pada Rabu (8/5/2019).

Direktur Utama nonakatif PT Perusahaan Listrik Negara (PLN itu mempermasalahkan penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berdasarkan jadwal persidangan di PN Jakarta Selatan, sidang perdana Sofyan Basir akan digelar pada Senin (20/5/2019), sebelumnya tertulis Rabu 20 Mei 2019, dengan agenda pembacaan permohonan praperadilan.

Hakim tunggal yang akan memimpin perkara ini adalah Agus Widodo, panitera pengganti Sutaji dan jurusita Khairil Ihsan.

KPK sebelumnya mengaku belum menerima dokumen terkait dengan pengajuan praperadilan dari tersangka suap PLTU Mulut Tambang Riau-1, Sofyan Basir.

"Belum ada dokumen dari pengadilan yang kami terima di Biro Hukum," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah dalam pesan singkat, Jumat (10/5/2019).

Dalam perkara ini, Sofyan Basir selaku pemohon mempermasalahkan sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK selaku termohon. Setidaknya ada sejumlah petitum permohonan yang disampaikan.

Kendati demikian, Febri memastikan KPK akan siap menghadapi pengajuan praperadilan yang dilayangkan Dirut PLN nonaktif tersebut.

"KPK pasti akan hadapi." 

Menurut Febri, KPK sangat yakin dengan prosedur dan subtansi dari perkara yang ditangani ini. 

"Apalagi sejumlah pelaku lain telah divonis bersalah hingga berkekuatan hukum tetap."

Adapun dalam poin petitum permohonan tersebut, memerintahkan KPK selaku termohon untuk tidak melakukan tindakan hukum apapun terhadap Sofyan Basir.

Tindakan hukum itu di antaranya melakukan pemeriksaan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan tidak melimpahkan berkas perkara dari penyidikan ke penuntutan.

Hal itu sebagaimana dimaksud pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019 dan Surat KPK R.I. Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).

"Selama pemeriksaan praperadilan ini sampai dengan adanya putusan pengadilan dalam perkara permohonan praperadilan ini," tulis petitum permohonan dalam provisi dikutip Bisnis, Jumat (10/5/2019).

Adapun dalam pokok perkara, Sofyan Basir menyatakan bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 22 April 2019 dan Surat KPK Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penetapan aquo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Begitu pula dengan penyidikan yang dilakukan termohon alias KPK terhadap pemohon sebagaimana tertuang dalam Sprindik dinilai tidak sah, tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon," tulis isi petitum.

Kemudian, menyatakan penetapan tersangka terhadap Sofyan Basir oleh KPK dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Menyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon termasuk penyidikan dengan menggunakan alat bukti lama [bukan alat bukti baru], yang diperoleh dari perkara-perkara lain sebelumnya."


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper