Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setara Institute: Rekomendasi Ijtima Ulama III Tidak Perlu Dipatuhi

Produk Ijtima Ulama III adalah pendapat sekumpulan elit politik yang mengatasnamakan ulama Indonesia untuk tujuan politik praktis.
Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (tengah) dan Ma'ruf Amin (kiri) berjabat tangan dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto seusai mengikuti debat kelima di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019). Debat kelima tersebut mengangkat tema Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Keuangan dan Investasi serta Perdagangan dan Industri./Antara
Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (tengah) dan Ma'ruf Amin (kiri) berjabat tangan dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto seusai mengikuti debat kelima di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019). Debat kelima tersebut mengangkat tema Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Keuangan dan Investasi serta Perdagangan dan Industri./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Ijtima Ulama III menghasilkan sejumlah rekomendasi terkait dengan pelaksanaan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2019. Salah satunya adalah mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 01 karena ditengarai terjadi banyak kecurangan.

Menanggapi hal ini, Ketua Setara Institute Hendardi menyatakan produk Ijtima Ulama III adalah pendapat sekumpulan elite politik yang mengatasnamakan ulama Indonesia untuk tujuan politik praktis.

Rekomendasi yang dihasilkan menurut Hendardi jauh dari semangat memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan.

"Sebanyak 5 butir keputusan itu bukanlah produk hukum melainkan produk kerja politik, sehingga tidak perlu dipatuhi oleh siapapun," kata Hendardi dalam keterangannya, Jumat (3/5/2019).

Dia melanjutkan, keputusan itu lebih merupakan ekspresi dari kelompok masyarakat dan bagian dari kritik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019.

Jika pun terdapat berbagai kekurangan, pelanggaran, dan kekecewaan, ujar Hendardi, maka semua itu bisa diselesaikan melalui mekanisme demokratik yang tersedia.

Hendardi juga memandag bahwa keputusan Ijtima yang semakin kehilangan legitimasinya itu, lebih menyerupai provokasi elite kepada publik untuk melakukan perlawanan dan mendelegitimasi kinerja penyelenggara Pemilu.

"Sekalipun kebebasan berpendapat dan berkumpul ini dijamin oleh UUD Negara 1945, akan tetapi, jika keputusan itu memandu gerakan-gerakan nyata melakukan perlawanan atas produk kerja demokrasi melalui jalur-jalur melawan hukum, termasuk menggagalkan proses Pemilu, maka aparat keamanan dapat mengambil tindakan hukum," jelasnya.

Ada 5 rekomendasi Ijtima Ulama III yang menurut Hendardi tampak terlihat inkonsistensi butir satu dengan lainnya. Satu sisi mendorong BPN Prabowo-Sandi menempuh jalur legal-konstitusional, tetapi di sisi lain tanpa mau repot beracara di Mahkamah Konstitusi, Ijtima ini meminta pasangan Jokowi-Maruf didiskualifikasi dari proses kontestasi.

Dengan demikian, hasil kesepakatan sejumlah elite ini hanya mempertegas praktik politisasi agama oleh sejumlah elit, seperti penggunaan argumen amar maruf nahi munkar, penegakan hukum dengan cara syar’i sebagai cara membakar emosi umat.

"Sudah cukup bukti bahwa politisasi agama dan membakar emosi umat telah membuka jarak antarwarga dan memperkuat segregasi sosial diantara kita. Ini waktunya kita kembali menyatu dalam wadah Indonesia," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper