Bisnis.com, JAKARTA—Ketua DPR Bambang Soesatyo menyatakan sependapat kalau sistem pemilihan umum dilakukan dengan menggunakan kombinasi terbuka dan tertutup sehingga memberi peluang bagi partai politik untuk menunjuk langsung sebagian wakilnya di parlemen.
Menurutnya, sistem terbuka saat ini terlalu banyak memberi peluang kepada calon anggota legislatif (caleg) bermodal besar karena bisa menutupi kelemahannnya dengan menyebar uang kepada massa pemilih. Padahal, ujarnya, seorang anggota legislatif dituntut memiliki kapasitas selain integritas sebagai wakil rakyat.
Bamsoet berharap melalui sistem tertutup dengan persentase tertentu, akan didapatkan para anggota wakil rakyat yang benar-benar memiliki kapasitas sesuai dengan spesialisasi kemampuan mereka saat berada di komisi-komisi DPR nanti.
Bamsoet mengakui cukup banyak orang punya kemampaun akademis yang baik untuk duduk di DPR, tapi karena tidak memiliki modal akhirnya tidak bisa maju ke Senayan.
Meski tidak menyebutkan berapa persen idealnya mereka yang dipilih melalui sistem tertutup, politisi Golkar itu menyatakan di sejumlah negara biasanya 50%-50% terbuka dan tertutup.
Akan tetapi, untuk tahap pertama dia menilai kalau tidak bisa 50% setidaknya sistem tertutup bisa dengan kuota 10% dari jumlah anggota DPR, atau 57 orang dari 575 anggota DPR.
Baca Juga
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo mengatakan sebaiknya pilpres dan pileg dipisah kembali. Dia beralasan euforia massa terhadap pilpres akan menenggelamkan Pemilu Legislatif (Pileg).
Padahal, pileg adalah ajang untuk memilih calon anggota DPR dan DPRD yang akan membuat regulasi dan menjadi dasar aturan hukum dalam tata kelola pemerintahan bernegara.
Dia menilai calon-calon anggota legislatif akan tenggelam oleh ingar-bingar Pilpres. Apalagi pileg ini luput dari liputan media.
Seharusnya masyarakat juga perlu memahami visi-misi yang ditawarkan oleh calon legislatif, ujarnya. Hal itu penting agar kelak terpilih anggota legislatif yang mempunyai kapasitas, integritas dan kompetensi dalam bidangnya masing-masing.
"Mereka itu hanya mengandalkan faktor uang, dia main di injury time, kemudian mereka menyebarkan amplop sebanyak-banyaknya, dan akhirnya masyarakat hanya akan memilih pemberi amplop. Ini harus kita waspadai," ujar Firman.