Bisnis.com, JAKARTA--Guru Besar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris menilai masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu atau golput lebih banyak disebabkan persoalan teknis.
"Yang golput karena alasan politik relatif sedikit. Lebih banyak yang sifatnya teknis dari sisi tata kelola pemilu, " ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Syamsuddin menyebutkan, beberapa faktor teknis yang menyebabkan golput seperti pemilih tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Ada pula yang sudah terdaftar dalam DPT namun tidak memiliki KTP elektronik atau masyarakat enggan datang ke TPS karena tidak mendapat surat pemberitahuan pemungutan suara (C6).
Selain itu, banyak masyarakat yang tidak bisa memilih karena tidak mendapat cuti atau tidak ingin kehilangan pendapatan saat hari pemungutan suara. Persoalan pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) juga jadi persoalan.
Sependapat dengan Harris, Ketua Kode Inisiatif Very Junaidi menuturkan, dalam tata kelola pemilu di Indonesia terdapat syarat-syarat administrasi yang terkadang memperumit seseorang dalam menggunakan hak pilihnya.
"Menurut saya juga ada yang salah dengan pemilu kita karena menaruh kecurigaan yang sangat tinggi sehingga memberlakukan administratif yang sangat ketat. Pemilu ini kan sama dengan pesta demokrasi, orang datang memilih dah syukur. Jangan kemudian syarat administratif itu menghambat hak pilih warga negara," kata Very.
Baca Juga
Menurut Very, syarat administrasi dalam pemilu mestinya bisa dimudahkan. Sebab, menurut survei-survei yang ada, tingkat keinginan untuk memilih masyarakat cukup tinggi.
"Oleh karena itu, soal golput administrasi ini yang harus diantisipasi dan diselesaikan dalam waktu dekat. Itu menjadi tugas penyelenggara pemilu. Harus diyakinkan pada publik bahwa administrasi penyelenggaraan pemilu tidak rumit meski ada regulasi-regulasi yang harus dijalankan," kata Very.
Hari ini, Kamis (28/3/2019), putusan Mahkamah Konstitusi tentang permohonan uji materi atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum akan dibacakan.
Ada sejumlah perubahan yang bisa terjadi apabila MK memutuskan untuk menerima seluruh atau sebagian permohonan uji materi atas UU Pemilu. Perubahan terbesar yang bisa muncul adalah dimungkinkannya pemilih berpindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga H-3 Pemilu 2019.