Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan akan terus mengkaji kemungkinan penerapan UU Terorisme terhadap penyebar berita palsu atau hoaks dan ajakan golput pada Pilpres 2019.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto berpandangan bahwa UU harus disesuaikan dengan kondisi zaman. Jika tidak, lanjutnya, penegak hukum akan kesulitan menjerat para penyebar hoaks dan pengajak golput pada Pilpres 2019.
Menurut Wiranto, penerapan UU harus memberikan efek jera kepada para pelanggarnya dan memberikan keadilan bagi korban yang dirugikan pada suatu peristiwa tindak pidana.
"Kita menganut mazhab UU yang progresif dan kalau UU itu sudah tidak lagi sesuai atau tidak lagi memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan, maka UU harus diubah agar tidak ketinggalan zaman. Nah, terus, kalau ketinggalan zaman dampaknya bisa menimbulkan ketidaktertiban," tutur Wiranto, Kamis (28/3/2019).
Wiranto mengungkapkan dirinya tidak khawatir jika wacana jeratan UU Terorisme kepada para pelaku penyebar hoaks dan pelaku yang mengajak agar pemilih golput berpotensi mengintervensi independensi penegak hukum. Bahkan Wiranto menilai wacana yang digulirkannya itu telah membuat sejumlah pihak takut.
"Siapa yang khawatir, yang khawatir itu harusnya kan bangsa Indonesia jika ada banyak pemilih yang golput. Kalau saya mewacanakan hal itu, artinya itu untuk kepentingan kita sebagai bangsa yang akan melaksanakan Pemilu," kata Wiranto.
Baca Juga
Menurut Wiranto, wacana jeratan UU Terorisme kepada pelaku penyebar hoaks dan pengajak golput tersebut dimaksudkan agar masyarakat dapat tenang memilih pasangan capres-cawapres di tempat pemungutan suara (TPS).
"Pemilu itu kewajiban kita sebagai bangsa dan kewajiban konstitusional kita amankan semuanya. Jangan kita ributkan masalah ini. Yang penting bagaimana caranya masyarakat kita dari rumah bisa ke TPS dengan aman, memilih sesuai dengan hati nuraninya, tidak diancam tidak dipaksa," ujar Wiranto.