Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Parlemen Inggris Ambil Alih Kontrol Brexit

Parlemen Inggris mengambil alih kontrol atas Brexit menyusul kembali gagalnya Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May mendapatkan dukungan dari Parlemen atas proposal Brexit yang dibawanya.
Warga Inggris pendukung Uni Eropa (UE) berkumpul dalam unjuk rasa di pusat London, Inggris, meminta Pemerintah Inggris untuk membiarkan masyarakat mengambil keputusan akhir terkait Brexit, Sabtu (23/3/2019)./Reuters-Kevin Coombs
Warga Inggris pendukung Uni Eropa (UE) berkumpul dalam unjuk rasa di pusat London, Inggris, meminta Pemerintah Inggris untuk membiarkan masyarakat mengambil keputusan akhir terkait Brexit, Sabtu (23/3/2019)./Reuters-Kevin Coombs

Bisnis.com, JAKARTA -- Parlemen Inggris mengambil alih kontrol atas Brexit untuk mempersiapkan berbagai opsi kesepakatan terkait keluarnya negara itu dari Uni Eropa.

Langkah ini diambil menyusul kembali gagalnya Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May mendapatkan dukungan dari Parlemen atas proposal Brexit yang dibawanya.

Reuters melansir Selasa (26/3/2019), Parlemen akan membahas dan mengambil suara atas berbagai opsi Brexit yang tersedia pada Rabu (27/3), mengindikasikan kesepakatan macam apa yang diharapkan paling menguntungkan bagi Inggris dan Uni Eropa (UE) serta mendorong pemerintah untuk mengikuti keputusan mereka.

Pengambilalihan ini dipicu oleh amandemen yang diajukan Oliver Letwin, anggota Parlemen dari Partai Konservatif--partai yang menyokong May. Usulan yang disampaikannya mendapatkan 329 suara dari anggota Parlemen, lebih banyak dari suara yang menolak, yang sebanyak 302.

The Guardian melaporkan tiga menteri muda juga mengundurkan diri dari Kabinet May untuk mendukung langkah ini, yakni Alistair Burt dari Kementerian Luar Negeri, Steve Brine dari Kementerian Kesehatan, dan Richard Harrington dari Kementerian Bisnis. Secara keseluruhan, ada 29 perwakilan Partai Konservatif yang membelot untuk mendukung amandemen ini.

Namun, May menyatakan tidak bisa berjanji bakal menjalankan hasil voting Parlemen.

"Tidak ada pemerintahan yang dapat memberikan komitmen untuk melakukan sesuatu tanpa tahu isinya. Jadi, saya tidak bisa berkomitmen bahwa pemerintah akan menjalankan hasil voting yang dilaksanakan di sini," paparnya.

Inggris mestinya bercerai secara resmi dengan UE pada 29 Maret 2019 setelah referendum yang digelar 3 tahun lalu meminta Brexit. Namun, dengan belum adanya kesepakatan antara Pemerintah Inggris dengan Parlemen--di mana proposal yang dibawa May selalu ditolak--UE setuju untuk menunda waktu keluarnya Inggris.

Dengan demikian, jika proposal May akhirnya diterima oleh Parlemen dalam voting pekan ini, maka Inggris bisa meninggalkan UE pada 22 Mei 2019. Jika tidak, maka Inggris memiliki waktu hingga 12 April 2019 untuk membawa rencana baru.

Pekan lalu, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk menyampaikan bahwa seluruh opsi Brexit masih terbuka bagi Inggris hingga 12 April. Termasuk, Brexit dengan kesepakatan dengan UE, Brexit tanpa kesepakatan dengan UE, penundaan Brexit untuk waktu yang lebih lama, atau bahkan pencabutan Pasal 50 dan tetap bergabung dengan UE.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Sumber : Reuters, The Guardian

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper