Bisnis.com, JAKARTA--Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) kembali menyampaikan harapannya agar kasus penculikan dan penghilangan paksa para aktivis 1997/1998 segera diungkap tuntas.
Ketua Dewan Penasehat IKOHI Mugiyanto mengatakan, bagi keluarga korban yang terpenting adalah mereka mengetahui secara pasti kondisi dan keberadaan keluarganya yang hilang dan diculik. Oleh karena itu, dia berharap para pejabat yang mengetahui kebenaran peristiwa itu bisa buka suara.
"Statemen anggota DKP dan terakhir Agum Gumelar mengatakan mengetahui mereka yang hilang di mana. Kami ingin supaya mereka yang menjabat ketika peristiwa terjadi turut bertanggungjawab dengan menjawab tuntutan harapan keluarga korban," ujar Mugiyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/3/2019).
"Kami berharap Pak Agum yang menyatakan mengetahui dan yang lainnya, SBY, Wiranto, dan lainnya harus jelaskan ke keluarga korban."
Dia menyampaikan, keluarga korban juga ingin bertemu secara pribadi kepada para pejabat tersebut untuk meminta kejelasan.
Lebih dari itu, kata Mugiyanto, mereka juga berharap Komnas HAM dapat melakukan pemanggilan kepada pejabat terkait untuk dimintai keterangan.
Baca Juga
Adapun Komnas HAM mencatat pada peristiwa penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998, sebanyak 23 aktivis pro demokrasi menjadi korban penculikan dan penghilangan paksa. Sembilan orang aktivis dilepaskan, 1 orang ditemukan tewas, dan 13 sisanya masih hilang dan tidak diketahui nasibnya.
Menurut hasil penyelidikan Pro Justicia Komnas HAM pada 2006, kasus tersebut dilakukan oleh Tim Mawar Kopassus yang dikomandani oleh Letnan Jenderal Prabowo Subianto. Hasil tersebut merupakan proses hukum dan kelanjutan dari keputusan sidang Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI pada 1998 yang memberhentikan dengan tidak hormat Prabowo.
Sebelumnya dalam video yang sudah beredar di media sosial, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Agum Gumelar memberi kesaksian bagaimana Calon Presiden Prabowo Subianto dipecat dari dinas kemiliteran.
Agum mengisahkan Prabowo terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat. Pemberhentian ini ditandatangani semua anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP), termasuk Agum Gumelar dan Susilo Bambang Yudhoyono yang saat ini adalah Ketua Umum Partai Demokrat.