Bisnis.com, JAKARTA - Empat dari sembilan terdakwa kasus dugaan suap megaproyek Meikarta sudah memasuki tahap vonis di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat pada Selasa (5/3/2019) lalu. Keempatnya berasal dari Lippo Group.
Hakim memvonis 3,5 tahun penjara bagi Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Sedangkan tiga lainnya yakni pegawai Lippo Group Henry Jasmen divonis 3 tahun penjara, kedua konsultan Lippo Group Fitradjada Purnama dan Taryudi masing-masing divonis 1,5 tahun.
Memang, vonis terhadap mereka sebetulnya lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga
Lembaga antirasuah itu pun akan mempertimbangkan apakah mengajukan banding atau tidak.
Terlepas dari vonis tersebut, lima terdakwa kini menunggu giliran untuk diadili. Seluruhnya berasal dari Pemkab Bekasi yakni Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memastikan bahwa penanganan kasus Meikarta tak berhenti di kesembilan terdakwa. KPK terus menelisik dugaan penerimaan lain.
Lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu menaruh dugaan besar pada anggota legislator Kabupaten Bekasi.
"Untuk dugaan aliran dana, memang kami mengidentifikasi tidak hanya terhadap para tersangka yang sudah ditetapkan. Ada dugaan aliran dana pada sejumlah pihak," kata Febri Diansyah, Rabu (27/2/2019) lalu.
KPK menduga sejumlah anggota DPRD menerima uang dan fasilitas jalan-jalan ke Pattaya, Thailand, selama 3 hari 2 malam yang diduga berkaitan dengan izin tata ruang untuk proyek Meikarta.
Namun, dalam surat dakwaan atas terdakwa Neneng Hassanah Yasin dan lainnya tidak sama sekali menyinggung penerimaan untuk anggota DPRD Bekasi.
Febri beralasan bahwa dalam dakwaan Neneng Hassanah dkk memang tidak tercantum rincian dari dugaan penerimaan aliran dana untuk anggota DPRD Bekasi itu.
Dalam konteks dakwaan tersebut, lanjut dia, fokus KPK adalah membuktikan adanya dugaan suap terkait dengan pengurusan perizinan Meikarta melalui Pemkab Bekasi.
Sementara terkait adanya indikasi perubahan peraturan tata ruang untuk proyek tersebut, memang berada dalam kewenangan DPRD. Setidaknya ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan megaproyek itu.
Berdasarkan rekomendasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BPKRD) Jawa Barat, Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) proyek Meikarta hanya seluas 84,6 hektare.
Namun, Meikarta dengan pengembangnya PT Mahkota Sentosa Utama jor-joran mengiklankan dan berencana akan membangun proyeknya seluas 500 hektare.
Dari situ, KPK menduga ada pihak yang mengubah aturan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang baru di Kabupaten Bekasi. Aturan itu diduga sengaja diubah untuk memuluskan kepentingan proyek Meikarta.
Apalagi, sebelumnya KPK juga mendalami proses pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) di DPRD Bekasi kepada para saksi.
KPK juga saat ini belum mengagendakan lagi pemeriksaan terhadap para saksi dari anggota DPRD. Sebelumnya, KPK telah memeriksa 14 legislator yang salah satunya dikonfirmasi terkait pembentukan Pansus RDTR, serta penerimaan aliran dana dan fasilitas.
Beberapa legislator bahkan kooperatif dengan mengembalikan uang ke KPK dengan total seluruhnya saat ini senilai Rp180 juta. KPK juga kemungkinan sudah melakukan tahap penyelidikan atau penyidikan lebih lanjut.
JPU KPK I Wayan Riana mengaku memang di dalam dakwaan tidak tercantum penerimaan-penerimaan tersebut. Namun, dia berjanji bakal mendalaminya lebih lanjut di persidangan Neneng Hasanah Cs.
"Sama seperti persidangan sebelumnya, di dakwaan [Billy Sindoro dkk] tidak ada disebutkan penerimaan oleh Sekda Jabar [Iwa Karniwa], tapi dipersidangan [selanjutnya] kita gali dan dalami, sama seperti [untuk penerimaan] DPRD Bekasi nanti di persidangan kita akan perdalam," katanya, Jumat (8/3/2019).
Persidangan pekan depan, JPU KPK berencana menghadirkan mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar. Tak menutup kemungkinan Mendagri Tjahjo Kumolo juga bakal duduk sebagai saksi.
Tak hanya itu, JPU KPK tetap merinci peran korporasi dalam hal ini PT MSU selaku pengembang, sebagaimana dalam surat tuntutan atas terdakwa Billy Sindoro dkk.
Korporasi dari anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk., itu disebut mengalirkan sumber uang suap kepada para pejabat di Pemkab Bekasi.
"Saat ini kita menunggu putusan lengkap Majelis Hakim terkait pertimbangan terhadap [peran] korporasi," kata dia.
I Wayan juga mengaku bahwa kasus ini bisa terbilang rumit lantaran melibatkan banyak pihak sebagai perantara.
"Lumayan rumit karena pemberiannya berkali-kali dan melibatkan banyak pihak," ujarnya.
Sementara Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tetap menunggu perkembangan-perkembangan terbaru di persidangan mendatang, termasuk soal peran korporasi.
Di sisi lain, kuasa hukum PT MSU Denny Indrayana mengaku akan mengikuti dan menghormati semua proses hukum yang sedang berjalan terkait kasus Meikarta.
"PT Mahkota Sentosa Utama sebagai korporasi yang mengembangkan Meikarta akan tetap dan terus bekerjasama baik dengan KPK maupun peradilan Tipikor untuk mengungkap tuntas persoalan ini," kata Denny Indrayana pekan lalu.
Memang, kasus ini patut dikawal dan diperhatikan secara cermat. Jangan sampai kongkalikong pengusaha dan pejabat negara dibiarkan begitu saja. Maka, kita tunggu saja babak baru dari kasus ini.