Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Dibahas Usai Pemilu 2019

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual diperkirakan tidak akan kelar pada tahun ini.
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo saat diskusi dalam forum legislasi bertema Progres RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)./Bisnis-John Andhi Oktaveri
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo saat diskusi dalam forum legislasi bertema Progres RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)./Bisnis-John Andhi Oktaveri

Bisnis.com, JAKARTA--Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU PKS diperkirakan tidak akan selesai pada tahun ini. RUU tersebut baru akan dibahas pada Mei atau usai Pemilu 2019. 

“Alasanya RUU ini baru akan dibahas setelah pesta demokrasi Pilleg dan Pilpres 2019 selesai. Mei 2019 baru dibahas oleh DPR. Saya memang tidak yakin bisa selesai sampai akhir 2019. Tapi kita tetap mendorong dikebut," kata Komisioner Komisi Nasional Perempuan Imam Nahei.

Hal itu disampaikan Imam Nahei dalam diskusi forum legislasi “Progres RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)?” bersama anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Selasa (26/2/2019). 

Sebenarnya, kata Imam, penyelesaian draft RUU PKS yang ada saat ini sudah mencapai 90%. Jadi, tinggal membahas yang kecil-kecil saja.

Menurut Imam,  pembahasan menjadi mandeg karena ada penolakan dari sejumlah elemen. Di antara mereka yang menolak termasuk kelompok agama.

"Mereka maunya kasus perzinahan dan LGBT ini masuk sebagai ranah kejahatan, jadi mereka ini bisa dipidana," ujar Imam. 

Menurut Imam, RUU PKS hanya mengatur masalah kekerasan seksual saja. Baik yang dilakukan laki-laki maupun perempuan. “RUU ini untuk menjawab kekosongan hukum. Bahwa setiap tubuh seseorang itu harus mendapat perlindungan hukum,” ungkap Imam.

Imam menolak adanya anggapan bahwa RUU ini cenderung melegalkan perzinahan, LGBT, dan lainnya. Perilaku ini justru bertentangan dengan etika, moral dan agama, kata Imam. 

“Makanya, dalam pembahasannya harus melibatkan kalangan akademis, ulama, kiai, habaib dan tokoh masyarakat," kata Imam.

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengakui pembahasan RUU PKS setelah perhelatan Pilleg dan Pilpres 2019. Karena itu DPR akan mendahulukan RUU Praktik Pekerjaan Sosial (PPS). 

"Ya RUU PPS ini masuk lebih dahulu, jadi Prolegnas prioritas. Nah, RUU PKS baru saja," kata politisi yang populer dengan sapaan Sara Djojohadikusumo ini.

Namun begitu, kelompok-kelompok yang menolak RUU PKS akhir-akhir ini dinilai salah sasaran. Pasalnya, RUU itu baru disetujui Bamus (Badan Musyawarah) untuk disetujui sebagai RUU inisiatif DPR sehingga belum ada pembahasan di Komisi VIII DPR. 

“RUU PKS itu baru draft awal, dan adanya penolakan akhir-akhir ini mungkin respons atas draft yang belum dibahas sama sekali oleh panitia kerja (Panja) DPR. Lalu, apanya yang ditolak?” terang Sara.

Karena itu, kata politisi Gerindra tersebut, masukan dari masyarakat bisa disampaikan ke Komisi VIII DPR RI. RUU itu akan dibahas setelah reses atau setelah pilpres April mendatang. 

“Jadi, silakan masyarakat memberikan masukan terkait RUU PKS ini,” ujar Sara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper