Kabar24.com, JAKARTA — Kontestan tunggal Pemilihan Wali Kota Makassar 2018 meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dibolehkan bertarung kembali melawan kolom atau kotak kosong dalam kontestasi pemilihan ulangan.
Kendati bekas Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal kalah dari kotak kosong pada pemungutan suara 27 Juni 2018, keduanya merasa berhak melakukan revans. Konsekuensinya, Pilwalkot Makassar yang diulang tidak membuka pendaftaran kontestan baru.
Pasal 54D ayat (2) UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) mengamanatkan kontestan tunggal yang kalah dari kotak kosang bisa mencalonkan diri kembali dalam ‘pemilihan berikutnya’.
Frasa ‘pemilihan berikutnya’ dinilai oleh Munafri-Rachmatika terbatas pada pemilihan melawan kotak kosong.
Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Munafri-Rachmatika, mengakui bahwa terdapat dua tafsir mengenai ‘pemilihan berikutnya’ dalam Pasal 54D ayat (2) UU Pilkada.
Pertama, pemilihan berikutnya ditafsirkan sebagai pemilihan baru di mana kontestan akan mengikuti tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan pilkada.
“Berarti semua orang bisa daftar seleksi lagi termasuk pemohon berhak mendaftarkan lalu diadakan pemilihan lagi,” katanya dalam sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi UU Pilkada di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Tafsir kedua, tambah Yusril, ‘pemilihan berikutnya’ dimaknai sebagai kontestasi ulangan antara kontestan tunggal dengan kotak kosong. Alhasil, tidak ada pembukaan pendaftaran untuk peserta baru.
Yusril mengaku lebih condong dengan tafsir yang kedua, sehingga MK diminta memaknai frasa ‘pemilihan berikutnya’ sebagai pertarungan jilid kedua antara kontestan tunggal melawan kotak kosong.
Dengan demikian, Pilwalkot Makassar yang belum mendapatkan kepala daerah terpilih itu hanya diikuti oleh kliennya dan kotak kosong.
“Sifat multitafsir ini sudah dapat dibaca dari sekarang walaupun dari segi praktik belum pernah ada peristiwa seperti ini. Belum ada yurisprudensi untuk memaknai Pasal 54D ayat (2) UU Pilkada,” ucapnya.
Gugatan UU Pilkada merupakan upaya hukum kedua di MK yang dimanfaatkan oleh Munafri-Rachmatika setelah kekalahannya dari kotak kosong. Pada sengketa pilkada tahun lalu, pasangan tersebut menggugat Komisi Pemilihan Umum Makassar.
Namun, MK menolak permohonan karena selisih suara Munafri-Rachmatika dengan kotak kosong lebih dari 0,5% dari total suara sah. Berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara, kotak kosong dicoblos 300.795 pemilih Makassar, berbanding 264.245 suara yang didapat Munafri-Rachmatika. Selisih sebanyak 36.550 suara itu setara dengan 6,46% dari total suara sah.