Bisnis.com, JAKARTA - Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammad bin Salman (MbS) disebut pernah mengatakan dirinya rela mengejar Jamal Khashoggi dengan cara apa pun, termasuk menembak salah satu ajudannya, Turki Aldakhil.
The New York Times melaporkan pembicaraan keduanya terjadi pada September 2017, sekitar 13 bulan sebelum pembunuhan Khashoggi pada 2 Oktober lalu di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki.
Bahkan, dalam percakapannya, MbS disebut mengatakan dia akan membawa Khashoggi secara paksa jika koresponden The Washington Post itu tidak bisa dibujuk untuk kembali ke Saudi.
New York Times memberitakan bahwa intelijen AS mengetahui MbS siap membunuh Khashoggi, meski belum tentu dengan cara menembak. Penyadapan semacam itu biasa dilakukan Badan Keamanan Nasional AS untuk menyimpan setiap komunikasi yang dilakukan para pemimpin global, termasuk negara sekutu.
MbS sendiri telah lama disebut-sebut sebagai otak di balik pembunuhan Khashoggi. Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) bahkan dilaporkan sudah menarik kesimpulan bahwa pewaris takhta kerajaan Saudi itu terlibat dalam pembunuhan Khashoggi.
Meski sempat membantah, Saudi mengakui bahwa Khashoggi tewas dibunuh di dalam gedung konsulatnya. Riyadh juga mengakui jasad Khashoggi telah dimusnahkan sebagaimana dikutip CNN.com, Jumat (8/2/2019). Namun, Saudi tetap menampik keterlibatan dalam konspirasi pembunuhan itu. Negara tersebut beralasan pembunuhan Khashoggi dilakukan oleh tim yang bergerak tanpa perintah dari kerajaan.