Bisnis.com, JAKARTA -- Seorang siswa telah mengakui telah melakukan pelanggaran peretasan data terbesar di Jerman, Selasa (8/1/2019).
Pengakuan ini mengakhiri misteri tentang siapa yang membocorkan data pribadi Kanselir Jerman Angela Merkel dan tokoh-tokoh publik lainnya.
Polisi tidak menyebutkan nama remaja berusia 20 tahun itu. Dia diketahui tinggal bersama orang tuanya dan bukan ahli komputer.
Meskipun demikian, dia berhasil mengakses dan membocorkan data dan dokumen pribadi dari sekitar 1.000 orang, termasuk Merkel serta sejumlah politisi dan jurnalis.
Remaja pria itu ditangkap setelah polisi menggeledah sebuah properti di negara bagian Hesse, Minggu (6/1) malam waktu setempat. Penyelidik memulihkan komputer yang dicabut tersangka dua hari sebelumnya.
Kini, dia telah dibebaskan dan bekerja sama dengan penyelidik.
"Selama interogasi, terdakwa mengaku telah bertindak sendiri dalam memata-matai data dan publikasi data yang tidak sah," kata kantor kejahatan federal BKA dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Reuter, Selasa (8/1).
Sebelumnya, kecurigaan otoritas setempat tertuju pada peretas Rusia. Mereka disalahkan atas sebagian besar pelanggaran data Jerman sebelumnya, meskipun Kremlin membantah terlibat dalam insiden semacam itu.
Ada juga spekulasi bahwa peretasan itu mungkin melibatkan aktivis sayap kanan Jerman. Jaksa penuntut menolak mengomentari simpati politik apa pun yang mungkin dimiliki tersangka tetapi mengatakan tidak ada bahan radikal yang ditemukan.
"Terdakwa mengatakan motivasinya adalah karena jengkel atas pernyataan publik yang dibuat oleh para politisi, jurnalis, dan tokoh masyarakat lainnya," ujar Jaksa senior Georg Ungefuk.
Dia mengungkapkan tersangka sudah mengaku bersalah dan tidak mengetahui konsekuensi penuh dari tindakannya. Dia menyebut anak tersebut juga telah membantu pihak berwenang dalam hal-hal menarik lainnya mengenai kejahatan dunia maya.
Pelanggaran tersebut telah mendorong permintaan untuk undang-undang keamanan data yang lebih ketat, terutama setelah agen pertahanan dunia maya menyampaikan telah dihubungi oleh anggota parlemen pada awal Desember 2018 tentang aktivitas mencurigakan di surat elektronik pribadi dan media sosial.
Sabine Vogt, yang mengepalai divisi polisi federal untuk kejahatan serius dan terorganisir, menolak kontrol yang lebih ketat. Dia menilai hal itu tergantung pada individu untuk mengamankan data mereka.