Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan menemukan setidaknya ada 421 peraturan daerah yang diskriminatif sejak 2009. Dari ratusan beleid tersebut, 333 aturan atau 80% di antaranya menyasar perempuan.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Azriana Manalu mengatakan peraturan tersebut paling banyak dikeluarkan Pemerintah Daerah (Pemda), yakni sebanyak 56%.
“Lainnya berupa surat edaran dan keputusan kepala daerah baik dari tingkat kelurahan sampai desa,” paparnya di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Senin (19/11/2018).
Azriana menjelaskan bahwa peraturan intoleran ditelurkan dalam bentuk tata cara berbusana, jam malam, sampai pembatasan untuk waria bisa bekerja. Dampak larangan ini bermuara pada sulitnya kaum hawa mendapatkan hak yang sama dengan pria.
Terkait jam malam misalnya, dapat membuat perempuan yang bekerja di instansi pemerintah dan harus melayani publik hingga 24 jam atau pedagang terancam kehilangan mata pencarian.
“Ini membatasi ruang gerak perempuan. Ada sebenarnya yang merasa tertekan dengan itu dan ada yang menyesuaikan diri,” tuturnya.
Di sisi lain, tafsir soal kebijakan ini sangat rancu. Azriani mencontohkan Peraturan Daerah (Perda) Tangerang soal prostitusi yang tidak jelas.
Dalam beleid tersebut, perempuan ketika berada di wilayah yang dicurigai sebagai wilayah prostitusi dikenakan Perda itu. Tetapi, tidak dijelaskan apa dan di mana lokasi mencurigakan tersebut.
Dia mengungkapkan ada seorang perempuan yang kemudian diciduk Satpol PP, padahal dia hanya sedang menunggu jemputan di wilayah yang dicurigai tersebut.
Peraturan diskriminatif berdasarkan catatan Komnas Perempuan tidak hanya berbasis agama, tapi juga ada yang mengatur buruh migran dan pendidikan.