Kabar24.com, JAKARTA — Mayoritas masyarakat Indonesia meyakini bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan terbaik untuk negeri ini, kendati sejumlah ekses negatif masih membayangi pelaksanaannya.
Sekitar 79,4% publik setuju Indonesia mengadopsi demokrasi karena sistem itu menjamin kebebasan berpendapat, seleksi pemimpin berkualitas, hingga kebebasan memilih pemimpin.
Namun, terdapat 19,5% masyarakat yang tidak puas dengan jalannya demokrasi selama 20 tahun Reformasi. Ketidakpuasan timbul karena demokrasi dinilai menghasilkan kebablasan berpendapat, sentimen primordial, hingga perilaku koruptif.
Penilaian tersebut direkam lembaga riset Indo Barometer ketika melakukan survei pada 12-22 April 2018. Tercatat 1.200 orang menjadi responden survei yang diklaim memiliki marjin kesalahan +/- 2,83% dengan tingkat kepercayaan 95% itu.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan demokrasi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara yang pernah mengalami transisi dari era otoritarianisme. Indikatornya adalah pengakuan hak-hak politik dan kebebasan sipil yang masih terjaga.
Ironisnya, kata Syamsuddin, lembaga demokrasi tidak mampu mengimbangi demokratisasi itu dengan kinerja mereka. Dia mencontohkan performa parlemen dan partai politik tidak kunjung mampu memuaskan masyarakat.
“Saya berpendapat walaupun demokrasi stabil, tetapi stagnan. Ada pembajakan oleh oligarki,” katanya dalam acara rilis survei bertajuk Evaluasi 20 Tahun Reformasi di Jakarta, Minggu (20/5/2018).
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah berpendapat demokrasi Indonesia masih sesuai dengan koridor asalkan aturan hukum dan kebebasan sipil dapat berjalan beriringan. Masalahnya, menurut dia, penegakan hukum selama 20 tahun Reformasi terkesan main-main sehingga tidak mampu menciptakan keadilan.
“Mengukur kinerja pemerintah sebenarnya adalah dalam bidang penegakan hukum. Karena esensi pemerintah dan negara adalah adanya hukum,” ujarnya.
Kendati masih ada ketidakpuasan, Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari tetap berkeyakinan bahwa demokrasi Indonesia akan langgeng. Apalagi, demokrasi negeri ini semakin terkonsolidasi melalui empat kali pemilihan umum yang berlangsung bebas.
“Semua elit politik juga sudah punya kesepahaman. Misalnya untuk penggantian kepemimpinan nasional mesti lewat pemilu. Jadi ada tanggal mainnya,” kata Qodari.