Kabar24.com, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum membuka kemungkinan penelusuran hingga ke pemilik manfaat dari korporasi swasta yang menyalurkan sumbangan dana kampanye kepada kontestan pemilihan kepala daerah serentak 2018.
Langkah itu dimungkinkan setelah pemerintah menerbitkan Perpres No. 13/2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin mengakui dana kampanye sumbangan korporasi berpotensi berasal dari tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu, Bawaslu akan lebih awas mendeteksi sumber dana dan melaporkannya ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"[Untuk pemilik manfaat] kami belum telusuri. Tapi kami akan kerja sama dengan PPATK," katanya usai konferensi pers di Jakarta, Senin (12/3/2018).
Afifuddin menuturkan sampai saat ini Bawaslu masih fokus untuk mendeteksi nominal dana sumbangan yang melebihi ambang batas. Sebagaimana peraturan yang berlaku, korporasi dapat memberikan sumbangan dana kampanye maksimal sebesar Rp750 juta.
Berdasarkan laporan awal dana kampanye (LADK), terdapat 11 pasangan calon bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota yang melaporkan sumbangan dari badan usaha. Pada saat yang sama, ada 5 pasangan calon gubernur/wakil gubernur yang menerima sumbangan dari korporasi.
Baca Juga
Selain badan usaha, sumbangan ke calon kepala daerah berasal dari partai politik, perorangan, dan kelompok. Untuk pemilihan bupati dan wali kota, Bawaslu mencatat dari LADK total dana yang masuk ke rekening khusus kampanye sebesar Rp34,40 miliar, sedangkan dana kampanye di luar rekening khusus Rp10,80 miliar.
Untuk pemilihan gubernur, total dana kampanye yang masuk di dalam rekening sebanyak Rp40,48 miliar, sementara laporan di luar rekening Rp3,98 miliar.
Afifuddin mengatakan dana kampanye riil berpotensi lebih besar dari yang dilaporkan tersebut. Guna mengendus penyimpangan itu, Bawaslu akan mengamati pola kampanye calon kepala daerah dan membandingkannya dengan laporan dana kampanye.
"Ketika kampanye meriah, tapi penyumbang sedikit kan bisa mencurigakan," tuturnya.