Bisnis.com, JAKARTA -- Ribuan korban First Travel berharap Andika Surrachman dan Anniesa Hasibuan dihukum seberat-beratnya dalam ranah pidana.
Di sisi lain, proses restrukturisasi utang atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di ranah pengadilan niaga diharapkan tetap berjalan. Dengan begitu, duo Bos First Travel tersebut tidak dapat seenaknya mangkir dari tanggung jawab.
Kuasa hukum 6.475 calon jamaah Anggi Putra Kusuma berujar proses pidana dan niaga adalah dua hal yang berbeda. Kasus pidana merupakan konsekuensi hukuman perseorangan bagi Andika dan Anniesa.
Sementara itu, proses PKPU adalah tanggung jawab badan hukum atau perseroan, yakni PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel.
"Dua proses yang berbeda ini harus dimaksimalkan. Pidana dihukum berat dan jalur niaga harus tanggung jawab ke jamaah," paparnya kepada Bisnis, Seni (19/2/2018).
Kalaupun pailit, lanjut Anggi, jamaah wajib tahu ke mana dana yang diterima keduanya mengalir. Transparansi keuangan sangat diperlukan untuk melacak aliran dana karena uang yang disetorkan para jamaah mencapai Rp1 triliun dalam kurun 2015-2016.
Dia mempertanyakan ke mana uang tersebut menguap hanya dalam waktu setahun karena uang untuk berfoya-foya seharusnya masih bersisa mengingat jumlah setoran jamaah hingga triliunan.
Anggi sangsi Andika dan Anniesa berkomitmen memberangkatkan jamaah selama di dalam bui, selama tidak membuka alur keuangan perusahaan.
"Proses PKPU ini adalah wadah untuk buka-bukaan kondisi keuangan, jangan ada sedikitpun yang disembunyikan," ujarnya.