Kabar24.com, JAKARTA - Kalau patokannya jumlah kursi parlemen di daerah, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) mungkin masuk kategori partai kecil.
Secara total, hanya ada 500 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi maupun kabupaten/kota se-Indonesia dari PKPI.
Jika daerah otonom—yang memiliki DPRD—ada 542 daerah, artinya secara rata-rata tidak sampai 1 orang kader PKPI ada di parlemen daerah. Tapi, jumlah kursi ini menjadi sangat berharga menjelang pesta pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018.
Di beberapa daerah, PKPI menjadi kunci bagi partai besar agar bisa melengkapi syarat dukungan minimal 20% kursi DPRD untuk mengajukan pasangan calon (paslon). Bukan berarti dukungan PKPI itu didapat dengan mudah. Malahan, kepala daerah pun sempat merasa deg-degan.
Contohnya adalah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumatra Utara, Jopinus Ramli Saragih-Ance Selian. Keduanya pentolan Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Sumut. Tapi, gabungan kursi keduanya di DPRD setempat baru 17 kursi.
Lewat surat keputusan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PKPI, Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) PKPI Sumut pun memberi dukungan kepada Jopinus-Ance. Klop, 3 kursi PKPI di DPRD Sumut membuat pasangan itu mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumut pada 9 Januari 2018.
Baca Juga
Tak diduga, keesokan harinya seorang pejabat DPN PKPI mendampingi pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus. Dia mengklaim pengalihan dukungan partainya kepada jagoan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.
Meski demikian, KPU Sumut menolak perubahan dukungan. Berdasarkan aturan, partai tidak dapat mengalihkan dukungan pada masa pendaftaran. Jopinus-Ance pun selamat.
Cerita serupa terjadi di Maluku Utara (Malut). Pasangan Abdul Gani Kasuba-Mohammad Al Yasin Ali telah mendapatkan rekomendasi dari DPN PKPI. Namun, pengurus DPP PKPI Malut justru lebih dulu menghantarkan dukungan buat Burhan Abdurahman-Ishak Jamaluddin.
KPU Malut akhirnya tetap menerima pendaftaran Gani Kasuba-Yasin Ali karena sesuai dengan rekomendasi pengurus pusat PKPI. Jika berkas PKPI ditolak maka dukungan PDIP tidak ada gunanya lagi dan pasangan itu mental.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan PKPI? Mengapa kejadian menegangkan terjadi di sejumlah daerah?
Usut punya usut, ternyata ini ada kaitannya dengan konflik internal yang sempat melanda PKPI.
“Itu manuver orang lama [semasa konflik]. Mereka jalan sendiri,” kata Sekretaris Jenderal DPN PKPI Imam Anshori Saleh ketika dikonfirmasi Bisnis, Senin (29/1/2018).
Sebagaimana diketahui, pada 2016 PKPI terpecah dari pusat sampai daerah antara kubu Haris Sadarno dan AM Hendropriyono. Keduanya mengklaim sebagai pengurus sah sepeninggal Sutiyoso yang mengundurkan diri sebagai ketua umum karena ditunjuk sebagai Kepala Badan Intelijen Negara pada 2015.
Kementerian Hukum dan HAM akhirnya mengesahkan kubu Hendropriyono sebagai pengurus yang sah. Alhasil, surat keputusan mengusung pasangan calon kepala daerah sah bila ada tanda tangan Hendropriyono.
Pendaftaran ganda sebenarnya juga terjadi di Papua. Pasangan Ones Pahabol-Petrus Yoram Mambai sempat membawa surat dukungan PKPI ke KPU Provinsi Papua. Padahal, partai yang sama telah memberikan dukungan kepada pasangan Lukas Enembe-Klemen Tinal.
Ones-Petrus pun ditolak. Bukan karena legalitas, melainkan karena mereka hanya berbekal surat dukungan parpol dari PKPI yang memiliki 2 kursi di DPRD Papua. Kalau mau mendaftarkan diri perlu 9 kursi lagi.