Kabar24.com, JAKARTA – Aksi kekerasan yang dipicu pengakuan Amerika Serikat (AS) atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel meletus untuk hari ketiga berturut-turut, saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memulai kunjungannya ke Eropa untuk mendukung keputusan tersebut.
Setelah aksi kekerasan pada akhir pekan yang menyebabkan empat warga Palestina tewas, pada Minggu (10/12) waktu setempat para pemrotes kembali bentrok dengan pasukan Israel di Tepi Barat. Seorang warga Palestina dikabarkan menikam seorang petugas keamanan Israel di pusat kota Yerusalem.
Tentara Israel menyatakan telah menghancurkan sebuah terowongan buatan yang digunakan warga Palestina untuk menyerang. Terowongan kedua yang ditemukan dalam beberapa bulan terakhir tersebut menghubungkan Jalur Gaza ke wilayah Israel.
Kekerasan di kota yang dipersengketakan tersebut berlanjut saat Netanyahu berupaya 'mendekati' sejumlah pemimpin negara di Eropa. Setelah bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris pada hari Minggu (10/12), Netanyahu akan mengunjungi Brussels untuk bertemu dengan menteri luar negeri dari 28 negara Uni Eropa.
Dia berkomitmen untuk mendukung langkah kontroversial Presiden AS Donald Trump, meski mendapat kritik dari para pemimpin dunia.
“Saya akan menunjukkan kebenaran Israel tanpa rasa takut dan dengan keyakinan diri,” kata Netanyahu kepada awak media sebelum memulai perjalanannya ke Eropa, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (11/12/2017).
Warga Palestina mengklaim wilayah timur Yerusalem, tempat suci bagi umat Islam, Yahudi dan Kristen, sebagai ibu kota negara Palestina masa depan, sedangkan Israel melihat wilayah tersebut sebagai bagian dari ibu kotanya.
Dalam pidatonya di Gedung Putih pada Rabu (6/12) waktu setempat, Trump mengumumkan pengakuan AS tentang Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan bahwa AS akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke kota tersebut.
Namun Trump juga mengatakan bahwa dia tidak akan menentukan batas-batas Yerusalem, dan kedua pihak pada akhirnya harus menegosiasikan status akhir kota tersebut.
Pejabat Palestina mengatakan bahwa langkah Trump justru mendiskualifikasi AS sebagai mediator dalam proses perdamaian. Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas pada hari Minggu berkunjung ke Kairo untuk bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi dan Raja Yordania Abdullah membahas hal ini.
Di wilayah muslim lainnya, ribuan warga Maroko berdemonstrasi di depan gedung parlemen negara tersebut. Para demonstran membawa bendera dan spanduk Palestina yang menuliskan Yerusalem sebagai ibu kota Palestina.
Gambaran serupa juga terlihat di Mesir dan Libanon, di mana para pemrotes mencoba menerobos kedutaan AS di Beirut.
Di depan awak media pada hari Minggu (10/12) setelah bertemu dengan Netanyahu, Macron kembali menyatakan penolakannya atas keputusan AS dan mendorong Netanyahu untuk mengambil langkah-langkah untuk Palestina.
Netanyahu mengatakan bahwa pemerintahan Trump justru mendorong upaya serius terhadap perdamaian dan bahwa mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan membantu upaya tersebut.
Masih belum jelas apakah langkah Trump akan memicu eskalasi kekerasan dengan skala lebih besar atau menyebabkan kejatuhan diplomatik yang serius. Fatah, faksi Palestina yang memerintah, telah menyerukan konfrontasi lebih lanjut pada Jumat pekan ini.
Sementara itu, Hamas, kelompok militan yang memerintah Gaza, mendesak warga Palestina untuk melakukan pemberontakan bersenjata sebagai respons atas keputusan Trump.