Kabar24.com, JAKARTA - Setelah terjadi pergolakan dalam negeri akibat ditangkapnya 11 pangeran atas dugaan korupsi, Kerajaan Arab kembali mendapatkan pukulan lain dari praktik pengelolaan kekayaan yang tak wajar.
Hal itu setidaknya muncul dari data bocoran yang diterima oleh media Jerman Süddeutsche Zeitung terkait pengelolaan dana dan kekayaan sejumlah individu dan korporasi di negara surga pajak (tax haven).
Bocoran itu berasal dari dua firma hukum yakni Appleby dan Asiaciti serta 19 surga pajak. Data itu lalu dirangkum dan ditelusuri oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) yang lalu diberi nama Paradise Papers.
Dalam dokumen tersebut salah satu pangeran Arab Saudi yakni Pangeran Khaled bin Sultan bin Abdulaziz Al Saud masuk dalam daftar individu yang terafiliasi dengan perusahaan di negara surga pajak. Adapun Pangeran Khaled adalah mantan wakil menteri pertahanan Kerajaan Arab Saudi.
Appleby mencatat Pangeran Khaled telah menerima penghargaan dari Trust Acorn dan Trust Minstrel pada periode 1990-2000. Sementara itu, pada periode 1989-2014, Pangeran Khaled mendaftarkan setidaknya delapan perusahaan di Bermuda, beberapa di antaranya digunakan untuk memiliki kapal pesiar dan pesawat terbang.
Salah satu perusahaan itu adalah Actaeon Shipping Ltd. yang mengoperasikan paket wisata kapal pesiar mewah. Sementara, perusahaan lain tersebut adalah Euroyacht Ltd. yang memiliki aset senilai US$51 juta pada 1992. Euroyacht juga memperoleh pendapatan dari penyewaan kapal pesiar Golden Odyssey.
Baca Juga
Pangeran Khaled sendiri tidak menanggapi permintaan komentar terkait tercantumnya nama dia di dalam dokumen Paradise Papers tersebut.
Kendati demikian, ICIJ mengklaim bahwa terdapat kemungkinan nama-nama yang terdaftar di dokumen Paradise Papers, tidak benar-benar melakukan tindakan hukum atau pelanggaran perpajakan.
“Kami tidak bermaksud untuk menyarankan atau menyiratkan bahwa setiap orang, perusahaan atau entitas lain yang termasuk dalam dokumen ICIJ telah melanggar hukum atau bertindak dengan tidak semestinya. Banyak orang dan entitas memiliki nama yang sama atau serupa,” tulis ICIJ, seperti dikutip dari keterangan resminya, Selasa (7/11/2017).