Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang masa penahanan Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan perpanjangan masa penahanan itu berlangsung untuk 40 hari terhitung mulai 27 Oktober hingga 5 Desember 2017.
Perpanjangan masa penahanan dilakukan karena penyidik ingin mendalami dugaan penerimaan suap pemberian izin lokasl perkebunan kelapa sawit baik inti maupun plasma.
“Penyidik hendak mendalami sehingga dibutuhkan waktu penambahan penahanan sebelum dilimpahkan,” ujarnya, Kamis (26/10/2017).
KPK telah menetapkan Rita Widyasari sebagai tersangka bersama Khairudin, ketua tim suksesnya dalam Pilgub Kalimantan Timur mendatang, serta Tim 11 yang diduga memiliki kaitan dengan berbagai proyek di lingkungan Pemkab Kukar. Adapun tersangka lainnya adalah Hery Susanto Gun, Dirut PT Sawit Golden Prima (SGP).
Hery, diduga memberikan uang sebanyak Rp6 miliar kepada Rita terkait pemberian izin lokasi untuk keperluan lahan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kukar kepada PT SGP.
Suap itu, diduga diterima sekitar Juli dan Agustus 2010 dan terindikasi pemberian suap bertujuan untuk memuluskan proses perizinan lokasi perkebunan.
Selain pemberian suap tersebut, Rita bersama-sama Khairudin diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yakni uang sebesar US$775.000 atau setara Rp6,9 miliar.
Gratifikasi ini berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan tersangka.
KPK menjerat Rita dalam statusnya sebagai tersangka penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) No.31/1999 yang diperbaharui dalam UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, bersama Khairudin sebagai tersangka penerima gratifikasi, Rita dan kompatriotnya tersebut dijerat dengan Pasal 12 B UU yang sama juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Hery dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi.