Bisnis.com, JAKARTA – Para kreditur PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel mengaku kecewa dengan proposal perdamain yang ditawarkan oleh debiturnya.
Rencana perdamaian itu dinilai tidak memberikan jalan keluar yang jelas. Keberangkatan calon jemaah ke Tanah Suci semakin mengambang.
First Travel (debitur) membacakan isi proposal perdamain dalam rapat kreditur yang digelar Jumat (30/9) lalu. Inti dari proposal tersebut hanya berisi debitur akan mengupayakan investor untuk memberangkatkan jemaah ke Makah, Arab Saudi.
Kuasa hukum 11.000 kreditur Dwi Librianto mengatakan pihaknya menolak proposal perdamaian tersebut. Menurutnya, debitur tidak memiliki iktikad baik dalam proses restrukturisasi utang ini.
Dia meminta debitur berani menyebut siapa investor yang masuk. Kalau tidak, kreditur tidak akan percaya dengan omong kosong dan janji-janji debitur. Hal ini dinilai tidak berubah dari janji-janji debitur sebelum masuk masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Adapun Dwi mewakili kreditur terbanyak dalm PKPU First Travel ini. Dwi mengantongi tagihan hingga Rp240 miliar.
Baca Juga
Dia juga tidak serta merta percaya dengan pernyataan debitur yang telah menemukan sang investor. Dia mengklaim duo pemilik First Travel—Andika Surrachman dan Anniesa Hasibuan—belum kunjung menemukan penyuntik dana.
“Saya dan Komunitas Kreditur First Travel telah bertemu dengan Andieka dan Anniesa di tahanan beberapa waktu lalu. Keduanya malah minta tolong kepada kami [kreditur] untuk dicarikan investor,” katanya kepada Bisnis, Minggu (1/10/2017).
Dengan begitu, dia menilai proposal perdamaian masih sangat mentah.
Selain itu, Dwi juga meminta masih ada opsi pengembalian dana atau refund dalam proposal perdamaian. Pasalnya, tidak semua kreditur menginginkan berangkat umrah dengan First Travel. Beberap kreditur memilih untuk dikembalikan uangnya dan berangkat dengan agen perjalanan lainnya.
“Calon jemaah ada yang menuntut refund. Tapi masih banyak yang memilih tetap berangkat, presentasenya 70:30,” ujarnya.
Senada, kuasa hukum 1.415 kreditur Zuherman mengaku proposal perdamaian debitur tidak ada isinya. Dia khawatir hal ini adalah bentuk kesengajaan debitur untuk mangkir dari kewajiban.
Adapun Zuherman menbawa tagihan senilai Rp21 miliar.
Pihaknya juga sanksi dengan masuknya investor. Menurut dia, debitur akan melakukan skema ponzi berulang untuk memberangkatkan calon jemaah.
Padahal, calon jemaah menginginkan berangkat dengan dana halal yang diupayakan debitur.
“Kalau proposal tidak direvisi, ya First Travelnya jatuhnya pailit. Karena mana mungkin kreditur setuju dengan rencana perdamaian kosong,” ucapnya.
Seperti diketahui, utang First Travel menggunung hingga Rp1,002 triliun. Rinciannya utang kepada jemaah 59.801 sebesar Rp934,49 miliar.
Kewajiban kepada tujuh vendor senilai Rp49,04 miliar. Tujuh vendor itu di antaranya hotel di Arab, katering, kargo dan sarana transportasi.
Selanjutnya, First Travel memiliki kewajiban kepada pajak sebesar Rp314,83 juta, dan 96 karyawan yang gajinya belum dibayarkan senilai Rp645,32 juta.
Tagihan lainnya datang dari 89 mitra agen dengan bea senilai Rp16,54 miliar.