Bisnis.com, JAKARTA – Beragam persoalan masih ditemukan dalam penyaluran beras sejahtera (rastra) dan bantuan pangan non-tunai (BPNT).
Beragam persoalan dalam penyaluran rastra dan BPNT itu di antaranya terkait dengan permasalahan data penerima manfaat, belum optimalnya penyerapan, dan lambatnya proses penyaluran.
Andi, Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial (Kemensos), mengakui data memang masih bermasalah. Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), bersifat agregat.
Oleh karena itu, sejak 2015, ucapnya, Kemensos terus memperbaiki data yang ada agar lebih baik lagi validitasnya, sesuai dengan berbagai kriteria kemiskinan yang sudah ditetapkan.
Terkait dengan lambatnya penyaluran, Kadiv Pengaluran Perum Bulog, Basirun mengatakan hingga 4 Mei 2017, penyerapan subsidi rastra/BPNT baru sekitar 11%--12%. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, penyerapan hingga Mei--Juni sudah mencapai 33%.
Belum optimalnya penyerapan ini, lanjut dia, sebagian besar terkendala oleh masalah data, perubahan leading sector, dan tunggakan pembayaran tahun sebelumnya. Khusus untuk 12 provinsi regional Indonesia bagian Barat, sambung dia, masih banyak pemerintah daerah yang belum mengeluarkan Surat Permintaan Alokasi (SPA).
“Kendala semacam ini seharusnya jadi perhatian bersama. Kalau KPM [keluarga penerima manfaat] sudah mendapatkan subsidi rastra dan BPNT yang cukup, mereka tidak akan cari beras di pasaran, sehingga harga beras bisa terjaga dan stabil. Apalagi menjelang bulan Puasa atau lebaran,” kata Basirun seperti dikutip dalam laman resmi Kemenko PMK, Minggu (7/5/2017).
Asdep Kompensasi Sosial Kemenko PMK G Fajar Suryono mengatakan, jika ada kendala yang ditemukan, setiap pihak bisa langsung melihat pedoman umum yang disusun Tim Koordinasi Pusat Rastra dan BPNT.
“Semua saya pikir sudah jelas keterangannya per pasal. Yang perlu diingat juga yakni kendala di lapangan terutama dalam penyaluran, memang perlu semacam diskresi dari pemerintahan daerah setempat agar penyaluranya bisa dipercepat,” tegas Fajar.